Daftar Isi:
  • Salah satu contoh sayuran Brassica yang mudah ditemui dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia adalah kol atau kubis (Brassica oleracea L. Var. Capitata L. f. Alba). Selain harganya murah, kubis, khususnya kubis putih, juga tersedia sepanjang tahun. Kubis dikonsumsi secara mentah sebagai lalapan atau diolah terlebih dahulu, seperti misalnya direbus, dikukus, ditumis, dan bahkan digoreng. Produk olahan kubis dengan cara dikukus dapat dijumpai pada kubis gulung yang digunakan sebagai pelengkap siomay. Proses pengolahan menggunakan panas, apalagi dalam waktu yang lama, dapat merusak senyawa-senyawa alami yang terdapat di dalam sayur, salah satunya asam askorbat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengukusan terhadap kandungan vitamin C yang terdapat di dalam kubis dan mempelajari pola penurunan vitamin C pada kubis selama pengukusan. Selain itu juga untuk mempelajari perubahan mutu fisik kubis, yaitu tekstur (hardness dan chewiness) dan perubahan warna yang terjadi selama pengukusan. Observasi dan penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan bagian lembar kubis yang digunakan, metode pengukusan, serta lama pengukusan. Pengukusan dilakukan dalam rentang waktu hingga 1,5 jam, setelah sebelumnya tiap lembar kubis direbus untuk memudahkan penggulungan, kemudian sampel diambil pada saat segar, setelah direbus, dan pada 18 titik waktu selama pengukusan. Semakin lama waktu pengukusan kubis, kadar vitamin C yang hilang semakin tinggi, tekstur semakin lunak dan liat, warna semakin cerah, warna hijau semakin menurun, serta warna kuning semakin meningkat. Kandungan vitamin C optimal pada pengukusan selama 10 menit, dimana kandungan vitamin C kubis kukus turun sebesar 2,01% tetapi tidak berbeda nyata dengan kandungan vitamin C kubis segar. Kandungan vitamin C hilang pada pengukusan selama 80 menit sebanyak 96,74% karena proses oksidasi asam askorbat. Proses perebusan kubis sebelum dikukus (pre-cooking) dapat meningkatkan tekstur dan warna dari kubis dibandingkan dengan kubis segar.