PENYELESAIAN SENGKETA BATAS TANAH BERDASARKAN PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN KASUS PERTANAHAN OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL DI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

Main Authors: SYOFYANDI, ANGGA, Hamdani, Ma’akir, M. Yamani, Komar
Format: Thesis NonPeerReviewed Archive
Bahasa: eng
Terbitan: , 2020
Subjects:
Online Access: http://repository.unib.ac.id/20590/1/SKRIPSI%20ANGGA%20SYOFYANDI.pdf
http://repository.unib.ac.id/20590/
Daftar Isi:
  • Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya sengketa batas tanah, dan proses penyelesaian sengketa batas tanah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan oleh Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Bengkulu Tengah. Metode penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris, Metode penelitian hukum empiris ini menggunakan pendekatan non doctrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya sengketa batas tanah di Kabupaten Bengkulu Tengah yaitu, Objek tanah tidak di kuasai secara fisik oleh pemilik tanah, Batas-batas tanah tidak dipelihara dengan baik pemilik tanah, pemilik Tanah tidak mengetahui secara tepat letak tanahnya, pada saat pengukuran dan pemetaan obyek tanah sengketa dimana dalam hal penetapan batas-batas bidang tanah tidak dihadiri oleh pihak-pihak yang tanahnya berbatasan dengan obyek pengukuran atau setidaknya telah mendapat persetujuan dari para pemegang hak atas tanah yang berbatasan. (2) Proses penyelesaian sengketa batas tanah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan oleh Badan Pertanahan Nasional di Kabupaten Bengkulu Tengah melalui beberapa tahapan yakni Pemohon mengajukan permohonan/pengaduan ke Kantor ATR/BPN, Petugas ATR/BPN mengecek berkas sebagai syarat objektif, pemohon wajib memiliki alas hak seperti Sertipikat Hak Milik (SHM), Surat Keterangan (SKT), dll, Para pihak dipanggil oleh Petugas ke kantor ATR/BPN untuk melakukan mediasi tahap pertama, petugas mengecek masing-masing sertipikat, apakah telah terjadi overlapping atau tidak, petugas dan seluruh pihak yang terlibat menuju lokasi sengketa, guna mengukur ulang tanah. Perangkat desa, tetangga dan keamanan pun ikut dilibatkan pada tahap ini, petugas ATR/BPN memanggil kembali para pihak ke Kantor untuk melakukan mediasi tahap kedua, guna mencari solusi terbaik untuk para pihak