Kewenangan Penyidik Tindak Pidana Narkotika Antara Polisi Republik Indonesia Dan Badan Narkotika Nasional (Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika)
Main Author: | Santoso, Yoga Teguh |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/7485/ |
Daftar Isi:
- Tindak pidana narkotika yang semakin meningkat dengan bentuk kejahatannya yang semakin terorganisir, membuat pemerintah melakukan perubahan dengan mengesahkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada tanggal 14 September 2009 dengan kebijkan politik hukum pidana dalam pemberantasan narkotika dibentuklah Badan Narkotika Nasional (BNN). Pemberian kewenangan terhadap penyidik BNN dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menimbulkan konflik norma (conflict of norm) antara Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan menimbulkan tumpang tindihnya kewenangan dalam pemberantasan narkotika oleh BNN dan POLRI. Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai dari analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diperoleh pemahaman: lembaga BNN semula adalah lembaga koordinator yang mengoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional mengenai penanggulangan narkotika dan mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkotika yang kemudian dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, lembaga BNN menjadi salah satu lembaga penegak hukum, tetapi dalam pemberian kewenangan dalam Undang-Undang tersebut tidak menjelaskan dengan tegas batasan-batasan kewenangan penyidik BNN dan POLRI sehingga menyebabkan tumpang tindihnya kewenangan dan menimbulkan konflik peraturan (conflict of norms). Dari kesimpulan tersebut dapat disampaikan beberapa rekomendasi antara lain: Kewenangan penyidik yang diberikan kepada BNN haruslah dipertegas dengan menentukan subyek hukum dan obyek hukum, pemberian kewenangan penyidikan harus memperhatikan kewenangan penyidikan yang diberikan kepada POLRI sebagai penyidik utama sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP.