Pembuatan Bihun Berbasis Sagu (Metroxylon sp.) dengan Kajian Jenis Tepung Porang dan Proporsi Tepung Sagu dan Tepung Porang
Main Author: | Handini, Bulqisia Cindy |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/3545/ |
Daftar Isi:
- Konsumsi beras di Indonesia sangat tinggi namun hal tersebut tidak sejalan dengan produksi beras Indonesia. Produksi beras di Indonesia masih belum dapat memenuhi permintaan masyarakat sehingga mengharuskan pemerintah untuk mengimpor beras agar dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri (Maria, 2014). Pemanfaatan beras selain digunakan sebagai makanan pokok, juga dapat digukan sebagai bahan baku beberapa produk pangan lainnya. Salah satunya adalah pembuatan bihun. Pembuatan bihun dari sumber karbohidrat lain dapat dimanfaatkan untuk mengurangi konsumsi beras serta meningkatkan peluang pemanfaatan pangan sumber karbohidrat indigenous yang tersebar di Indonesia. Tanaman sagu merupakan salah satu pangan lokal yang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan. Pati sagu memiliki sifat yang hampir sama dengan beras yaitu memiliki amilosa tinggi berkisar 24-31% yang cocok untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan bihun (Astawan, 2009). Namun pati sagu kurang stabil terhadap panas dan saat dilakukan pencetakan masih belum dapat membentuk untaian-untaian bihun. Maka dari itu dalam pembuatan bihun ditambahkan porang yang berfungsi sebagai pengikat dan untuk memperkokoh bentuk bihun. Tepung porang dipilih karena memiliki sifat thermoirreversible, yaitu mampu mempertahankan bentuk saat diberi perlakuan panas sehingga mampu menjaga keutuhan bentuk bihun sagu. Porang yang digunakan adalah jenis Amorphophallus konjac dan Amorphophallus muelleri blume. Kedua jenis ini dipilih karena merupakan jenis porang yang banyak digunakan secara umum (Sumarwoto, 2005). Kedua porang tersebut akan dibandingkan untuk melihat jenis dan pada konsentrasi berapa yang mampu menghasilkan karakteristik bihun terbaik. Penelitian ini menggunakan metode Nested Design terdiri dari 2 faktor dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah jenis tepung porang yang terdiri dari 2 level, yaitu Amorphophallus konjac dan Amorphophallus muelleri blume. Faktor kedua adalah proporsi tepung sagu:porang yang terdiri dari 3 level, yaitu 96:4; 96:4; 92:8. Analisa data menggunakan ragam ANOVA diolah dengan Microsoft Excel. Apabila terdapat beda nyata dilakukan uji lanjut BNT taraf 5%. Hasil uji organoleptik dianalisa menggunakan uji mutu Hedonik. Pemilihan perlakuan terbaik dengan metode Multiple Attribute (Zeleny, 1982). Hasil penelitian menunjukkanpPerlakuan terbaik bihun sagu diperoleh pada perlakuan bahan menggunakan tepung porang jenis A. konjac dengan proporsi 8% tepung konjac:92% tepung sagu dengan nilai kadar air 4,86%, daya putus 0,53N, waktu pemasakan 5,04 menit, kehilangan padatan 7,42%, daya serap air 210,1%, elongasi 70,83% dan kecerahan warna 59,95.