Karakterisasi Sifat Fisikokimia Masker Clay dengan Penambahan Ekstrak Daun Beluntas (Pluchea indica Less.) sebagai Antioksidan Alami

Main Authors: Sari, Novy Aprillia Eka, Dr. Ir. Sukardi,, MS., Dr. Ir. Susinggih Wijana,, MS.
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2022
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196385/1/Novy%20Aprillia%20Eka%20Sari.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/196385/
Daftar Isi:
  • Permasalahan kulit paling umum disebabkan oleh radikal bebas utamanya paparan sinar UV. Beberapa diantaranya yang sering dihadapi oleh masyarakat Indonesia adalah jerawat, flek hitam, minyak berlebih, hingga penuaan dini. Salah satu jenis masker wajah yang paling umum digunakan adalah clay mask. Penambahan antioksidan dalam formulasi sediaan masker clay berperan dalam menunda inisiasi pembentukan radikal bebas pada kulit. Bahan yang berperan sebagai antioksidan alami adalah beluntas (Pluchea indica L.) khususnya pada bagian daun. Kandungan fitokimia utama pada daun beluntas diantaranya adalah flavonoid, fenolik, tanin, vitamin C, saponin, fenol hidrokuinon, sterol, dan alkaloid. Proses pengambilan senyawa antioksidan pada daun beluntas dengan cara maserasi, karena sifat senyawanya yang bersifat sangat volatil. Berdasarkan uraian tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh ekstrak daun beluntas dengan metode maserasi dengan aktivitas antioksidan tinggi, kemudian diformulasikan menjadi sediaan masker clay dan diuji karakteristik fisik dan kimianya. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor perlakuan yaitu waktu maserasi daun beluntas. Faktor perlakuan terdiri atas 6 level yaitu waktu maserasi 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam, dan 6 jam dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Penelitian diawali dengan pembuatan ekstrak daun beluntas dengan maserasi yang kemudian dianalisis rendemen, kadar air, dan aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH. Hasil ekstrak dengan aktivitas antioksidan tertinggi diformulasikan ke dalam sediaan masker. Penelitian dilanjutkan dengan uji karakteristik fisik organoleptik dengan parameter warna, aroma, konsistensi, pH, homogenitas, daya sebar, dan waktu kering dengan mengacu pada SNI 16-6070-1999 tentang sediaan masker dan SNI 16-4399-1996 tentang pelembab kulit, serta uji aktivitas antioksidan pada sediaan masker dan diakhiri dengan uji iritasi pada 3 responden sukarelawan. Data yang didapatkan dianalisis menggunakan software SPSS 16.0 dengan metode KS dan dilanjutkan dengan uji DMRT 5%. Berdasarkan hasil penelitian, data yang didapatkan merupakan data yang berdistribusi normal dan memiliki perbedaan signifikan antar perlakuan. Perlakuan terbaik menghasilkan aktivitas antioksidan sangat kuat adalah pada waktu maserasi 6 jam dengan nilai IC50 sebesar 37,289 ppm. Ekstrak tersebut kemudian diformulasikan ke dalam sediaan masker yang menghasilkan karakteristik fisik organoleptik berwarna hijau, beraroma khas daun beluntas, pH 5,5, memiliki konsistensi berbentuk pasta cair dan homogen, dengan daya sebar 7 cm, dan waktu kering selama 14 menit 50 detik. Hasil sediaan tersebut memiliki karakteristik berbeda dengan sediaan masker clay blanko tanpa penambahan ekstrak dimana berwarna putih, beraroma khas gliserin, pH 6,7, memiliki konsistensi berbentuk pasta cair dan homogen dengan daya sebar 6,5 cm, dan waktu kering selama 18 menit 9 detik. Setelah diformulasikan ke dalam sediaan masker clay, hasil menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun beluntas 10% mampu berperan sebagai agen antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 176,421 ppm namun tergolong aktivitas yang lemah. Aktivitas antioksidan sediaan masker clay ekstrak daun beluntas memiliki nilai IC50 yang lebih baik dibandingkan dengan sediaan masker clay tanpa penambahan ekstrak yang memiliki nilai IC50 sebesar 371,785 ppm dimana tergolong aktivitas antioksidan kelompok sangat lemah atau tidak aktif.