Rekonsepsi Norma Tentang Batas Waktu Penyelenggaraan Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Terkait Pemberhentian Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Demi Terwujudnya Kepastian Hukum
Main Authors: | Michael, Tomy, Prof. Dr. Abdul Rachmad Budiono, S.H., M.H., Prof. Dr. Moh Fadli, S.H., M.H., Dr. Iwan Permadi, S.H., M.Hum |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2021
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195299/1/Tomy%20Michael.pdf http://repository.ub.ac.id/id/eprint/195299/ |
Daftar Isi:
- Proses pemberhentian diatur dalam Pasal 7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan terdapat ketidaksempurnaan didalamnya. Batas waktu tidak diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat ketika mendapatkan hasil dari Mahkamah Konstitusi. Sebetulnya Dewan Perwakilan Rakyat hanya mengadakan sidang paripurna kemudian melanjutkan ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (usul). Mahkamah Konstitusi memberi jawaban pelanggaran hukum dan terbukti tidak lagi memenuhi syarat kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden. Ketika tidak ada batasan waktu di Dewan Perwakilan Rakyat, maka hasil pemeriksaan tidak berguna dan cenderung diasumsikan putusan politik. Muncul putusan politik karena proses bisa diatur sedemikian rupa oleh Dewan Perwakilan Rakyat yaitu segera atau tidak melakukan sidang paripurna. Masalah dalam Disertasi ini adalah bagaimana lama batas waktu penyelenggaraan sidang paripurna yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden? Disertasi ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan filsafat, perundang-undangan, konseptual dan sejarah. Bahan hukum tersebut dianalisis dengan teknik penalaran hukum yuridis kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif terhadap masalah yang berkaitan dengan norma pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hasil penelitian yaitu lama batas waktu ideal penyelenggaraan sidang paripurna secara teoritis dan filosofis yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat adalah 30 (tiga puluh) hari biasa. Pencantuman 30 (tiga puluh) hari biasa dikarenakan pada saat hari proses pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden ini sangatlah penting. Hasil Putusan MK yang menyatakan bahwa pendapat DPR terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran akan berpeluang menimbulkan tingkat sensitivitas dari seluruh masyarakat kepada Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Tingkat sensitivitas ini dapat berupa bentuk pemerintahan yang okhlorasi dan memiliki dampak akan keadaan pertahanan dan keamanan di Indonesia ketika Putusan MK diketahui secara publik. Oleh karena itu lama batas waktu 30 (tiga puluh) hari itu adalah hal yang paling rasional dalam keadaan negara darurat walaupun terdapat ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 namun Indonesia masih menganut asas ius fiction par excelence.