Analisis Pengendalian Kualitas Produk Keripik Tempe Sagu Menggunakan Six Sigma dan Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA) (Studi Kasus Usaha Keripik Tempe Rohani, Malang)

Main Authors: Ezra, Syauqi Albani, Dr. Sucipto,, S.T.P., MP, Azimmatul Ihwah,, S.Pd, M.Sc
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2021
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189561/1/175100307111019%20-%20Syauqi%20Albani%20Ezra.pdf
http://repository.ub.ac.id/id/eprint/189561/
Daftar Isi:
  • Indonesia merupakan negara dengan tingkat produksi tempe tertinggi di dunia. Hingga tahun 2017 terdaftar lebih dari 100 ribu pengerajin tempe yang pada Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (KOPTI). Tempe merupakan olahan kedelai kaya protein dengan kandungan 14 gram per 100 gram penyajian. Pengolahan tempe dibutuhkan mencegah kerusakan dan meningkatkan nilai jualnya. Salah satu olahan tempe ialah keripik tempe. Usaha Keripik Tempe Rohani merupakan salah satu produsen varian keripik tempe. Keripik tempe sagu merupakan varian produk yang paling digemari. Penyimpangan produk terdapat pada tahap produksi. Jenis penyimpangan pada Keripik Tempe Rohani ialah keripik patah, gosong, berminyak, terlipat, dan menempel. Sebab itu diperlukan analisis pengendalian kualitas guna meminimalisir penyimpangan produk. Tujuan penelitian ini ialah mengetahui kapabilitas proses dan menganalisis faktor- faktor penyebab penyimpangan produk keripk tempe sagu. Selain itu, disusun pula usulan perbaikan dengan tujuan mengendalikan kualitas produk. Metode penelitian ini menggunakan Six Sigma dan Fuzzy Failure Mode and Effect Analysis (Fuzzy FMEA). Six sigma untuk mendefinisikan penyimpangan, mengukur kemampuan proses, menganalisis penyebab penyimpangan, dan membuat usulan perbaikan. Pendekatan Six Sigma yang digunakan yakni define, measure, analyze, dan improve (DMAI). Fuzzy FMEA dimanfaatkan untuk menganalisis penyebab penyimpangan paling urgen berdasar komponen severity, occurrence, dan detection dengan bantuan responden pakar. Kepentingan relatif dari ketiga komponen tersebut dinilai bobotnya menggunakan istilah linguistik. Output dari Fuzzy FMEA berupa Fuzzy Risk Priroity Number yang menunjukkan prioritas penyebab penyimpangan yang perlu didahulukan perbaikannya. Hasil analisis menggunakan Six Sigma diperoleh informasi pada tahap define terdapat lima jenis Critical to Quality (CTQ), di mana setelah dilakukan penyusunan Diagram Pareto diperoleh tiga jenis penyimpangan sebesar 80%; yakni keripik patah, gosong, dan berminyak. Pada tahap measure dibuat peta kendali p dengan hasil seluruh data subgroup di antara Upper Control Limit (UCL) dan Lower Control Limit (LCL) yang berarti proses terkendali. Nilai kapabilitas proses 75,133% berarti proses layak sesuai standar industri Indonesia dan internasional. Nilai Defect per Million Opportunities (DPMO) 49.733,33 dan nilai sigma 3,1474 yang berarti berada pada rerata industri Indonesia dan Amerika. Pada tahap analyze menggunakan Ishikawa Diagram diperoleh penyebab potensial ketiga jenis penyimpangan dan dianalisis menggunakan Fuzzy FMEA berdasar komponen severity, occurrence, dan detection serta pembobotan pakar. Penyebab potensial dan urgen teratas dari ketiga jenis penyimpangan adalah keripik patah ialah belum optimalnya pengawasan (7,728), keterbatasan wadah peletakan irisan tempe (6,529) pada penyimpangan keripik berminyak, dan tidak ada alat ukur suhu minyak goreng (6,164) pada penyimpangan keripik gosong. Usulan perbaikan diberikan pada tahap improve yang antara lain ialah peningkatan pengawasan pada stasiun pematangan tempe sagu, pengirisan, dan penggorengan; pengadaan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) penggorengan dan pematangan tempe sagu; pengadaan dan pengembangan peralatan pengirisan, penggorengan, serta resting; dan penjadwalan briefing. Usulan tersebut diharapkan membantu usaha mencegah dan meminimalisir penyimpangan produk