Batasan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Main Author: Adhyaksa, Perwira
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2019
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/174511/
ctrlnum 174511
fullrecord <?xml version="1.0"?> <dc schemaLocation="http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc/ http://www.openarchives.org/OAI/2.0/oai_dc.xsd"><relation>http://repository.ub.ac.id/174511/</relation><title>Batasan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 &#xD; Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan</title><creator>Adhyaksa, Perwira</creator><subject>345.023 23 Specific crimes and classes of crime (Corruption)</subject><description>Penelitian ini berangkat dari adanya conflict of norm antara UU Tindak Pidana Korupsi dengan UU Administrasi Pemerintahan. Dalam UU Tindak Pidana Korupsi mengenai Penyalahgunaan wewenang diatur dalam Pasal 3, namun mengenai apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang tidak terdapat penjelasannya secara eksplisit. Kemudian, berdasarkan Pasal 5 UU Pengadilan Tipikor, bahwa Pengadilan Tipikor mempunyai kewenangan absolut dalam mengadili perkara tindak pidana korupsi. Permasalahan muncul ketika lahirnya UU Administrasi pemerintahan, yang dalam substansinya merumuskan pula mengenai penyalahgunaan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 17. Dan dalam Pasal 21 dirumuskan mengenai pemberian kewenangan kepada PTUN untuk mengadili kasus penyalahgunaan wewenang tersebut. Kedua ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut tidak memiliki batasan yang cukup jelas untuk menentukan Pertama, Penyalahgunaan wewenang seperti apakah yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dalam Pasal 3 UU PTPK dan penyalahgunaan wewenang seperti apakah yang dikaterogikan sebagai penyalahgunaan wewenang dalam Pasal 17 UU AP; Kedua, Pengadilan manakah yang berwenang mengadili penyalahgunaan wewenang tersebut, Pengadilan Tipikor ataukah PTUN. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, terdapat dua rumusan masalah yang dikemukakan, antara lain (1) Bagaimana batasan secara formil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan?; (2) Bagaimana batasan secara materiil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan? Untuk menjawab permasalahan diatas penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh peneliti untuk dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi sistematis, interpretasi gramatikal dan interpretasi ekstensif sehingga dapat disajikan dalam penelitian yang lebih sistematis guna menjawab isu hukum yang telah dirumuskan. Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1) Batasan Formil, yaitu dalam proses penegakan hukum penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintah seharusnya diselesaikan melalui mekanisme administrasi terlebih dahulu, dalam hal apabila memang setelah proses administrasi adanya dugaan pelanggaran yang bersifat pidana, barulah aparat penegak hukum pidana dapat melakukan penindakan sesuai cara-cara yang telah ditentukan dalam mekanisme yang diatur dalam ketentuan hukum pidana. Hal ini sesuai dengan Asas Ultimum Remedium, bahwa hendaknya suatu persoalan&#xD; viii&#xD; diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur alternatif lain yang tersedia disamping proses hukum pidana, dan hendaknya pidana itu dijadikan sebagai upaya terakhir dalam suatu penegakan hukum. (2) Batasan materiil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi adalah rumusan dalam ketentuan Pasal 3 UU PTPK, yaitu a. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; b. Unsur Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan; dan c. Unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dimana unsur &#x201C;menyalahgunakan kewenangan&#x201D; dapat menarik pengertian dari ketentuan Pasal 17 UU AP, yaitu a. Melampaui Wewenang; b. Mencampuradukkan Wewenang; dan c. Bertindak Sewenang-wewenang sepanjang masih terdapat relevansinya dalam pembuktian kasus tindak pidana korupsi yang menyangkut persoalan tersebut.</description><date>2019-09-19</date><type>Thesis:Thesis</type><type>PeerReview:NonPeerReviewed</type><identifier> Adhyaksa, Perwira (2019) Batasan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya. </identifier><relation>SKR/FH/2019/335/051908390</relation><recordID>174511</recordID></dc>
format Thesis:Thesis
Thesis
PeerReview:NonPeerReviewed
PeerReview
author Adhyaksa, Perwira
title Batasan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan
publishDate 2019
topic 345.023 23 Specific crimes and classes of crime (Corruption)
url http://repository.ub.ac.id/174511/
contents Penelitian ini berangkat dari adanya conflict of norm antara UU Tindak Pidana Korupsi dengan UU Administrasi Pemerintahan. Dalam UU Tindak Pidana Korupsi mengenai Penyalahgunaan wewenang diatur dalam Pasal 3, namun mengenai apa yang dimaksud dengan penyalahgunaan wewenang tidak terdapat penjelasannya secara eksplisit. Kemudian, berdasarkan Pasal 5 UU Pengadilan Tipikor, bahwa Pengadilan Tipikor mempunyai kewenangan absolut dalam mengadili perkara tindak pidana korupsi. Permasalahan muncul ketika lahirnya UU Administrasi pemerintahan, yang dalam substansinya merumuskan pula mengenai penyalahgunaan wewenang yang disebutkan dalam Pasal 17. Dan dalam Pasal 21 dirumuskan mengenai pemberian kewenangan kepada PTUN untuk mengadili kasus penyalahgunaan wewenang tersebut. Kedua ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut tidak memiliki batasan yang cukup jelas untuk menentukan Pertama, Penyalahgunaan wewenang seperti apakah yang dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi dalam Pasal 3 UU PTPK dan penyalahgunaan wewenang seperti apakah yang dikaterogikan sebagai penyalahgunaan wewenang dalam Pasal 17 UU AP; Kedua, Pengadilan manakah yang berwenang mengadili penyalahgunaan wewenang tersebut, Pengadilan Tipikor ataukah PTUN. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, terdapat dua rumusan masalah yang dikemukakan, antara lain (1) Bagaimana batasan secara formil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan?; (2) Bagaimana batasan secara materiil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan? Untuk menjawab permasalahan diatas penelitian hukum normatif ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh peneliti untuk dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi sistematis, interpretasi gramatikal dan interpretasi ekstensif sehingga dapat disajikan dalam penelitian yang lebih sistematis guna menjawab isu hukum yang telah dirumuskan. Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan: 1) Batasan Formil, yaitu dalam proses penegakan hukum penyalahgunaan wewenang pejabat pemerintah seharusnya diselesaikan melalui mekanisme administrasi terlebih dahulu, dalam hal apabila memang setelah proses administrasi adanya dugaan pelanggaran yang bersifat pidana, barulah aparat penegak hukum pidana dapat melakukan penindakan sesuai cara-cara yang telah ditentukan dalam mekanisme yang diatur dalam ketentuan hukum pidana. Hal ini sesuai dengan Asas Ultimum Remedium, bahwa hendaknya suatu persoalan viii diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur alternatif lain yang tersedia disamping proses hukum pidana, dan hendaknya pidana itu dijadikan sebagai upaya terakhir dalam suatu penegakan hukum. (2) Batasan materiil penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi adalah rumusan dalam ketentuan Pasal 3 UU PTPK, yaitu a. Unsur dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi; b. Unsur Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan; dan c. Unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dimana unsur “menyalahgunakan kewenangan” dapat menarik pengertian dari ketentuan Pasal 17 UU AP, yaitu a. Melampaui Wewenang; b. Mencampuradukkan Wewenang; dan c. Bertindak Sewenang-wewenang sepanjang masih terdapat relevansinya dalam pembuktian kasus tindak pidana korupsi yang menyangkut persoalan tersebut.
id IOS4666.174511
institution Universitas Brawijaya
affiliation mill.onesearch.id
fkp2tn.onesearch.id
institution_id 30
institution_type library:university
library
library Perpustakaan Universitas Brawijaya
library_id 480
collection Repository Universitas Brawijaya
repository_id 4666
subject_area Indonesian Language Collection/Kumpulan Karya Umum dalam Bahasa Indonesia*
city MALANG
province JAWA TIMUR
shared_to_ipusnas_str 1
repoId IOS4666
first_indexed 2021-10-28T06:58:00Z
last_indexed 2021-10-28T06:58:00Z
recordtype dc
_version_ 1751454085816516608
score 17.538404