Batasan Paksaan Sebagai Alasan Pembatalan Perkawinan Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Pasal 71 Huruf F Kompilasi Hukum Islam
Main Author: | Saptanti, Sekarsih |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/169293/ |
Daftar Isi:
- Skripsi ini membahas mengenai batasan paksaan sebagai alasan pembatalan perkawinan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 71 Huruf F Kompilasi Hukum Islam. Pembatalan perkawinan dapat dilakukan apabila setelah terjadinya perkawinan diketahui tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan tersebut. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengamanatkan bahwa perkawinan atas dasar kesukarelaan kedua mempelai, dan pada penjelasan pasal ini mengamanatkan bahwa kesukarelaan kedua mempelai tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Pasal 71 Huruf F Kompilasi Hukum Islam mengamanatkan bahwa alasan dapat dilaksanakannya pembatalan perkawinan adalah karena paksaan. Namun di dalam kedua pasal tersebut tidak dijelaskan lebih lanjut batasan atau kriteria paksaan yang dapat dijadikan alasan pembatalan perkawinan. Karena tidak adanya batasan inilah hakim dapat berbeda dalam merepresentasikan dasar hukum yang digunakan untuk memutuskan perkara. Salah satu putusan mengemukakan bahwa paksaan yang dapat membatalkan perkawinan adalah sama dengan ancaman melanggar hukum yang dapat membatalkan perkawinan. Sedangkan pada putusan lain, dua alasan tersebut dianggap tidak sama. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini mengangkat rumusan masalah apakah batasan paksaan sebagai alasan pembatalan perkawinan telah sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Pasal 71 huruf f Kompilasi Hukum Islam. Kemudian penelitian skripsi menggunakan penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh peneliti akan dianalisis dengan menggunakan interpretasi gramatikal dan interpretasi sistematis. Dari hasil penelitian menghasilkan suatu temuan bahwa paksaan yang dimaksud adalah : (1) Perkawinan tidak berdasarkan keinginan salah satu dan/atau kedua mempelai, namun atas keinginan orang lain, tanpa disertai penolakan calon mempelai sebelum akad; (2) Perkawinan tidak berdasarkan keinginan salah satu dan/atau kedua mempelai, namun atas kehendak orang lain, disertai penolakan calon mempelai sebelum akad; (3) Perkawinan atas keinginan orang lain disertai perbuatan yang menyerang fisik mempelai. Ancaman melanggar hukum dapat menjadi salah satu bentuk paksaan, namun tidak semua paksaan adalah ancaman yang melanggar hukum, sehingga merupakan dua hal yang berbeda. Perbedaan paksaan dan ancaman yang melanggar hukum juga dapat ditinjau berdasarkan dasar hukum, unsur-unsur, ruang lingkup, dan kuasa pihak terancam/terpaksa untuk berbuat sesuai kehendak.