Aplikasi Asap Cair Hasil Pirolisis Kayu Laban (Vitex pubescens) untuk Pengolahan Ikan Patin (Pangasius hypopthalmus) di Provinsi Riau

Main Author: Leksono, Tjipto
Format: Thesis NonPeerReviewed
Terbitan: , 2014
Subjects:
Online Access: http://repository.ub.ac.id/161341/
Daftar Isi:
  • Pengasapan ikan di daerah Riau pada umumnya dilakukan secara tradisional, yaitu mengasap ikan menggunakan asap panas yang bersumber dari pembakaran kayu di dalam rumah asap. Para pengolah ikan asap di Riau pada umumnya menggunakan sembarang jenis kayu sebagai bahan bakar asapnya, sesuai dengan ketersediaan kayu yang ada di lingkungan sekitarnya. Belum ada sentuhan teknologi untuk mengembangkan metode dan teknologi pengasapan ikan patin di Riau selama ini, misalnya penggunaan asap cair. Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan ikan, antara lain: lebih hemat dalam pemakaian kayu sebagai sumber asap, polusi lingkungan dapat diperkecil dan flavor produk asap yang dihasilkan dapat dikendalikan dan konsisten. Penggunaan asap cair mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: aman karena dapat mengurangi kandungan senyawa PAH yang tidak diinginkan seperti benzo(a)piren yang bersifat karsinogenik, mempunyai aktifitas antioksidan, dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (i) mengetahui profil pengasapan ikan patin di Provinsi Riau melalui survei di lapangan, yang mencakup: metode dan proses pengasapan, profil produk ikan patin asap yang dihasilkan, serta jenis kayu yang digunakan sebagai bahan bakar pengasapan; (ii) menentukan konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan asap cair yang optimum melalui percobaan untuk mengaplikasikan asap cair hasil pirolisis kayu pilihan pada pengawetan ikan patin, sehingga dihasilkan flavor ikan patin asap yang terbaik; dan (iii) mengidentifikasi dan membandingkan profil citarasa dan keberadaan senyawa PAH pada produk ikan patin flavor asap hasil pengasapan cair dan produk ikan patin asap tradisional, serta komponen asap yang berinteraksi dengan daging ikan, sehingga ikan patin asap tersebut memiliki citarasa tinggi dan aman untuk dikonsumsi. Penelitian ini tersusun dalam 3 tahap penelitian, penelitian tahap pertama menggunakan metode survei, sedangkan penelitian tahap kedua dan ketiga menggunakan metode eksperimen. Rangkaian tahapan penelitian ini meliputi: survei untuk mengkaji pengasapan ikan patin secara tradisional di Provinsi Riau, dilanjutkan dengan percobaan aplikasi asap cair pada pengasapan ikan patin, dan pembandingan flavor ikan patin bercitarasa asap hasil pengasapan cair dengan ikan patin asap tradisional. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap I, dapat disimpulkan bahwa pengasapan ikan patin ( Pangasius hypopthalmus ) di Provinsi Riau dilakukan secara tradisional dengan menerapkan metoda pengasapan panas langsung. Pengasapan ikan ini dilakukan melalui 2 tahapan proses, yaitu proses pematangan pada suhu 80-90 °C, yang dilanjutkan dengan proses pengeringan pada suhu 40 °C hingga berat ikan turun menjadi 30% dari berat awal. Jenis kayu bahan asap yang digunakan adalah kayu laban, kayu medang dan kayu rambutan, sedangkan jenis kayu terbaik adalah kayu laban ( Vitex pubescens ) yang menjadi kayu pilihan khas daerah Riau. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap II, dapat disimpulkan bahwa perlakuan dalam aplikasi asap cair untuk pengawetan ikan patin yang optimum adalah perendaman ikan dalam larutan asap cair pada konsentrasi 6% selama 60 menit, kemudian ikan dikeringkan hingga beratnya turun menjadi 30%. Tidak ada perbedaan antara flavor ikan patin asap hasil aplikasi asap cair kasar dan flavor ikan patin asap hasil aplikasi asap cair redestilasi. Berdasarkan hasil penelitian pada tahap III, dapat disimpulkan bahwa ikan patin flavor asap hasil aplikasi pengasapan cair sangat disukai panelis, dan tidak berbeda dengan ikan patin asap (salai) hasil pengasapan secara tradisional. Komponen asap berupa senyawa asam, senyawa fenol, dan senyawa karbonil berpenetrasi ke dalam daging ikan patin sehingga ikan patin mempunyai flavor dan aroma asap. Kandungan senyawa karsinogenik benzo(a)piren (BaP) pada ikan patin flavor asap hasil pengasapan cair kurang dari 0,01 ppb, sedangkan pada ikan patin asap tradisional sebesar 0,55 ppb. Ikan patin asap yang dihasilkan tersebut aman untuk dikonsumsi karena kandungan senyawa BaPnya di bawah batas maksimal 5 ppb (EC Regulation, 2006). Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut, yang menyatakan bahwa ikan patin flavor asap hasil aplikasi asap cair kasar tidak berbeda nyata dengan hasil aplikasi asap cair redestilasi, maka disarankan cukup menggunakan asap cair kasar hasil pirolisis kayu laban tanpa redestilasi. Sedangkan, untuk mendapatkan flavor ikan patin asap yang terbaik, maka disarankan untuk menerapkan metode pengasapan cair dengan perlakuan perendaman ikan dalam asap cair kasar hasil pirolisis kayu laban pada konsentrasi 6% selama 60 menit kemudian dikeringkan hingga berat ikan turun menjadi 30% dari berat awal.