Daftar Isi:
  • Pengendalian sistem manajemen keamanan pangan pada perusahaan yang bergerak di industri makanan, minuman dan obat-obatan menjadi prasyarat wajib untuk menjamin mutu produknya. PT. Blambangan Foodpackers Indonesia memproduksi olahan ikan dengan produk utama yaitu canned pelagic fish, canned snail dan canned tuna. Perusahaan ini telah medapatkan sertifikasi Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dengan nilai B. Pada saat audit sistem, masih terdapat temuan-temuan penyimpangan pada pelaksanaan Good Manufacturing Practices (GMP) yang merupakan persyaratan dasar dari penerapan sistem HACCP. Temuan ketidaksesuaian pelaksanaan GMP paling banyak terdapat pada proses produksi untuk produk canned pelagic fish, yang kemudian menjadi objek penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis aspek-aspek GMP yang dapat menyebabkan risiko keamanan pangan pada produk canned pelagic fish, sehingga selanjutnya dapat menghasilkan rekomendasi perbaikan yang sesuai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif. Tahap awal yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu mempelajari tentang proses produksi, bahan baku, mesin produksi dan deskripsi produk. Kemudian melakukan analisa dokumen HACCP untuk menentukan Critical Control Point (CCP) yang akan dievaluasi lebih lanjut. Setelah itu, dilakukan analisis terhadap aspek-aspek GMP untuk mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi dan kemudian dianalisa menggunakan metode Failure Mode and Effect Analysis (FMEA). Berdasarkan hasil pengolahan dengan metode FMEA, maka penyimpangan yang memiliki Risk Priority Number (RPN) tinggi atau berada diatas nilai kritis dievaluasi dan dirumuskan rekomendasi perbaikan yang sesuai dengan persyaratan aspek GMP. Berdasarkan evaluasi dokumen HACCP, dipilih tiga CCP yang menjadi fokus penelitian yaitu proses penerimaan (receiving), proses penutupan (seaming) dan proses sterilisasi (retorting). Berdasarkan analisis aspek GMP pada ketiga CCP dengan menggunakan metode FMEA didapatkan 11 penyimpangan yang memiliki RPN di atas nilai kritis, di antaranya tidak adanya pengawasan rutin pada mesin seamer, karyawan yang sakit masih bekerja, tidak semua karyawan mengenakan alat pelindung diri dengan benar, tidak ada peringatan cuci tangan setelah menggunakan toilet, kasa jendela ruang produksi kotor, peralatan dan barang tidak tertata rapi, pengunjung yang memasuki tempat produksi tidak memakai alat pelindung diri, sampah menumpuk di ruang produksi dan tidak segera dibuang, sudut lantai membentuk siku-siku, sudut pertemuan dinding membentuk siku-siku, dan tempat sampah di dalam ruang produksi terbuka. Rekomendasi perbaikan yang menjadi prioritas meliputi penerapan konsep 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke), pembenahan Standart Operating Procedures (SOP), dan perbaikan lingkungan kerja.