Kampung Jetis Sidoarjo (Revitalisasi yang Bercitra Visual sebagai Kawasan Wisata Batik)
Daftar Isi:
- Kabupaten Sidoarjo adalah salah satu kota penyangga Ibukota Propinsi Jawa Timur, yang merupakan daerah yang mengalami perkembangan pesat. Sidoarjo sebenarnya memiliki banyak potensi daerah dan sumber daya alam yang melimpah. Salah satunya adalah Kampung Batik Jetis. Kampung Batik Jetis yang seharusnya dapat menjadi identitas kawasan semakin tenggelam dengan berbagai permasalahan di dalamnya. Orang hanya sebatas tahu bahwa ada kampung batik Jetis di sana tanpa ada niat untuk berwisata dan berkunjung, oleh sebab itu perlu adanya penataan kawasan secara rancang–kota pada kampung ini. Penataan sebagai kampung wisata perlu memperhatikan kejelasan emosional yang dapat dirasakan oleh wisatawan. Secara teori, revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kawasan yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Dapat dikatakan terhadap pentingnya keterbacaan fisik bahwa dengan pengalaman seseorang dapat belajar mengetahui dengan jelas orientasi di sekitarnya. Hal ini biasa disebut dengan legibility. Di samping itu suatu kawasan wisata juga harus imageability, dimana kualitas fisik suatu kawasan mampu memberi peluang timbulnya image atau citra yang kuat yang diterima seseorang. Kevin Lynch mendefinisikan identitas kota bukan dalam arti keserupaan suatu objek dengan yang lain, tetapi justru mengacu kepada makna individualitas yang mencerminkan perbedaannya dengan objek lain serta pengenalannya sebagai entitas tersendiri yang biasa disebut identity.Hal ini perlu dilakukan pada Kampung Batik Jetis di Sidoarjo, mengingat keberadaannya yang kurang dapat dikenali oleh masyarakat luas. Hal ini dirasakan karena citra-visual pada kampung tersebut belum dapat memberikan kesan atau identitas tersendiri. Untuk meningkatkan citra kawasan sebagai kampung batik, dapat diwujudkan konsep citra-visual. Hal tesebut sangat berpengaruh dalam pembentukan citra kawasan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam kajian ini awalnya dengan menganalisa variabel kajian, yang terdiri dari tata guna lahan, bentuk dan massa bangunan, ruang terbuka, tempat parkir, sirkulasi, penanda, aktifitas pendukung, dan pelestarian sesuai dengan indikator citra visualnya, yaitu legibility, imageability dan identity. Kemudian menggunakan metode pragmatik, yaitu melalui metode transformasi dan analogi menghasilkan bentuk dan tampilan yang baru serta melakukan trasformasi ragam hias batik Semarangan itu sendiri. Penciptaan karakter tersebut dapat diperkuat melalui tampilan ragam hias batik yang diaplikasikan melalui fasad bangunan publik baru serta tampilan lingkungannya, yaitu pada detail elemen perancangannya. Sehingga baik dari tampilan bangunan maupun perabot jalan dapat meningkatkan kualitas visual dan memperkuat karakter kampung batik itu sendiri. Aktifitas yang bernafaskan batik tersebut juga dapat memperkuat karakter kawasan tersebut.