Daftar Isi:
  • Ikan gabus merupakan sejenis ikan buas yang hidup di air tawar. Merupakan ikan pancingan yang biasa ditemui di sungai, rawa, danau dan saluran-saluran air hingga ke sawah-sawah. Selain itu, ikan ini sering kali diasinkan dengan harga jual yang lumayan mahal. Menurut Ulandari et al. (2011), ikan gabus memiliki manfaat antara lain meningkatkan kadar albumin dan daya tahan tubuh, mempercepat proses penyembuhan pasca-operasi dan mempercepat penyembuhan luka dalam atau luka luar. Albumin merupakan salah satu protein plasma darah yang disintesis di dalam hati. Ia sangat berperan penting menjaga tekanan osmotik plasma, mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma maupun cairan ekstrasel serta mengikat obat-obatan. Albumin ikan gabus memiliki kualitas jauh lebih baik dari albumin telur yang biasa digunakan dalam penyembuhan pasien pasca bedah. Ikan gabus sendiri, mengandung 6,2% albumin dan 0,001741% Zn dengan asam amino esensial yaitu treonin, valin, metionin, isoleusin, leusin, fenilalanin, lisin, histidin dan arginin, serta asam amino non-esensial seperti asam aspartat, serin, asam glutamat, glisin, alanin, sistein, tiroksin, hidroksilisin, amonia, hidroksiprolin dan prolin (Suprayitno, 2008). Untuk mendapatkan albumin dari ikan gabus dapat dilakukan dengan mengekstraknya. Menurut Ciptarini dan Nina (2006), ekstrak ikan gabus dapat diartikan sebagai suatu substansi (cairan) yang keluar dari jaringan ikan gabus selama pemrosesan dan telah melalui alat penyaringan. Ditambahkan oleh Suprayitno et al, (1998), untuk memperoleh crude albumin dapat dilakukan menggunakan ekstraktor vakum untuk memperoleh hasil rendemen dan kualitas yang lebih baik. Pernyataan ini dikuatkan oleh Sulistiyati (2011) bahwa ekstraktor vakum mempunyai kelebihan yaitu kondisi vakum yang berada di alat menyebabkan tekanan menjadi rendah dan uap air dari pelarut dapat terhisap, hal ini diharapkan dapat tercapai suhu pemanasan optimal 30-400C dalam waktu yang lebih singkat. Sehingga kerusakan albumin dapat dicegah, selain itu lebih efektif dan efisien. Kamaboko merupakan makanan tradisional Jepang yang masih tetap digemari sampai sekarang, berupa kue berbahan baku ikan, dibuat dari gel protein ikan, yang bersifat elastis. Pada mulanya, kamaboko dibuat oleh para nelayan dengan memanfaatkan ikan segar hasil tangkapanya sebagai bahan baku. Saat ini seiring dengan perkembangan, kamaboko tidak lagi bergantung pada ikan segar sebagai bahan baku, yakni sejak ditemukannya bahan setengah jadi yang dapat diawetkan dalam keadaan beku, yang disebut surimi. Produk ini diperoleh dengan menambahkan bahan aditif yang dapat mencegah denaturasi selama penyimpanan beku. Kamaboko dapat diolah lebih lanjut sebagaimana halnya bakso, sosis, dan lain-lain (Suprapti, 2011). Ditambahkan menurut Trilaksani et al., (2004), Kamaboko merupakan produk olahan dengan bahan dasar surimi yang memiliki pengembangan luas menjadi produk yang bervariasi seperti produk fish cake, fish nugget, bakso ikan dan lain-lain. Hasil rata-rata Penelitian utama bertujuan untuk mendapatkan suhu optimal dalam pembuatan Kamaboko dari residu daging ekstraksi albumin ikan gabus dengan kualitas gizi dan organoleptik yang baik. Pada penelitian utama, perlakuan yang digunakan adalah menggunakan suhu pengukusan yang berbeda. Suhu pengukusan yang digunakan yaitu 350; 400; 450; 500 dan 550C. Konsentrasi minimal yang digunakan pada penelitian utama ini yaitu 350 C, hal ini disebabkan pada suhu 350C pada Penelitian Pendahuluan daging ikan hasil pengukusan masih agak mentah dan perlu waktu yang lama dalam pengukusan sehingga dihasilkan nilai protein dan albumin yang tinggi. Sedangkan suhu maksimal yang digunakan pada penelitian utama yaitu suhu 550C, hal ini disebabkan pada suhu 800C pada Penelitian Pendahuluan, Kamaboko telah mengalami kerusakan yang parah karena penggunaan suhu pengukusan terlalu tinggi, yang ditunjukkan dengan hasil penelitian terhadap kadar protein dan albumin dengan nilai yang paling rendah. Hasil penelitian pengaruh suhu pengukusan terhadap kandungan gizi dan organoleptik Kamaboko ikan gabus terdiri dari parameter kimia (kadar albumin, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, kadar air) dan parameter organoleptik (aroma, warna, tekstur, rasa).Berdasarkan data hasil, selanjutnya dilakukan penentuan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode perhitungan nilai indeks efektivitas atau metode De Garmo. Metode De Garmo digunakan untuk mengetahui penentuan perlakuan terbaik yang digunakan untuk menghasilkan Kamaboko ikan gabus yang memiliki kualitas gizi dan organoleptik yang terbaik. Parameter yang digunakan pada penentuan perlakuan terbaik dengan metode De Garmo yaitu parameter kimia dan parameter organoleptik. Parameter kimia antara lain kadar albumin, protein, lemak, air dan abu. Sedangkan parameter organoleptik yang digunakan antara lain aroma, rasa, warna dan tekstur. Adapun cara perhitungan penentuan perlakuan terbaik dengan metode indeks efektivitas De Garmo. Hasil rata-rata Penentuan perlakuan terbaik digunakan metode De Garmo (1984). Parameter yang digunakan adalah parameter kimia dan parameter organoleptik. Parameter kimia meliputi kadar albumin, kadar protein, kadar lemak, kadar air dan kadar abu. Sedangkan parameter organoleptik meliputi organoleptik aroma, rasa, tekstur dan warna. Berdasarkan perhitungan penentuan perlakuan terbaik De Garmo (1984), dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik pada parameter kimia dan parameter organoleptik yaitu pada perlakuan dengan menggunakan suhu pengukusan sebesar 550C yaitu pada perlakuan E, dengan kadar albumin sebesar 0.4321%; kadar protein 7.6060%; kadar lemak 1.4928%; kadar air 47.0695%; kadar abu 0.5840%; Kadar Karbohidrat 43.2478 nilai organoleptik aroma 5.4533; rasa 5.2133; warna 5.2133; tekstur 5.0533 dan Penampakan 5.2000.