Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Fenol Terhadap Perkembangan Embrio Landak Laut (Tripneustes gratilla)
Main Author: | Sinaga, TunggulEricJunifer |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2013
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.ub.ac.id/133014/1/SKRIPSI.pdf http://repository.ub.ac.id/133014/ |
Daftar Isi:
- Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan industri juga meningkat. Perkembangan dunia industri yang semakin pesat memberikan banyak dampak positif bagi kehidupan manusia. Akan tetapi, pembangunan industri yang hanya mengutamakan kemajuan ekonomi tanpa memperhitungkan keadaan lingkungan menimbulkan penurunan kualitas lingkungan. Perkembangan industri sangat banyak menghasilkan zat buangan yang berbahaya. Pembuangan zat-zat tersebut secara sembarangan akan menyebabkan kerusakan lingkungan terutama pencemaran air. Selain itu, pencemaran air juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah limbah domesitk yang diakibatkan oleh bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Baik llimbah industri maupun limbah domestik berbahaya terhadap kualitas lingkungan hidup karena mengandung senyawa organik maupun senyawa anorganik. Salah satu senyawa organik yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan adalah senyawa Fenol. Bioindikator berperan penting untuk menentukan kondisi lingkungan hidup yang sebenarnya. Umumnya Echinodermata merupakan bahan ideal untuk uji ekotoksikologi laut. Percobaan yang menggunakan telur, sperma, embrio dan juvenil serta sea urchin dewasa dapat diamati dengan mudah di lapang. Untuk uji penelitian polusi laut, telur landak laut mempunyai keuntungan sebagai berikut : sederhana, mudah, cepat, sensitifitas tinggi, hasil yang seragam dan juga akurasi yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi Fenol terhadap tahapan perkembangan embrio landak laut (Tripneustes gratilla). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Nazir (2003), penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap obyek penelitian serta adanya kontrol. Perlakuannya adalah dengan menggunakan telur dan sperma landak laut yang akan diuji tingkat perkembangan embrionya dengan perlakuan konsentrasi Fenol yang berbeda-beda. Landak laut diambil langsung dari perairan Pantai Kondang Merak, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, berjarak ± 50 km dari laboratorium Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Transportasi untuk mengambil induk serta air laut menggunakan sepeda motor.Indukan landak laut yang diperoleh diletakkan dalam cool box dengan kepadatan rendah untuk menghindari kematian hewan tersebut yang disebabkan karena benturan hewan yang satu dengan lainnya selama perjalanan menuju laboratorium. Untuk mendapatkan induk matang gonad berdasarkan berat dan ukuran, spesies jantan lebih tinggi dari spesies betina, sedangkan spesies betina lebih berat dan lebih lebar diameternya dibandingkan spesies jantan Penentuan jenis kelamin landak laut dapat digunakan dengan cara menggunakan metode injeksi KCL 0,5 M. Metode ini dilakukan dengan cara menginjeksikan larutan KCL 0,5 M sebanyak 1,5 ml-3 ml ke dalam mulut landak laut menggunakan jarum suntik (syringe) ukuran 3 ml. Hal pertama yang harus dilakukan adalah menyiapkan alat suntik dan beaker glass 100 ml yang telah diisi dengan air laut bersih sebagai tempat penampungan telur dan sperma. Landak laut yang akan disuntik terlebih dahulu ditimbang menggunakan timbangan analitik selanjutnya diukur tinggi dan diameternya menggunakan meteran. Setelah itu landak laut disuntik dengan KCL dengan dosis 1,5 ml pada bagian mulutnya dan digoyang-goyang agar larutan KCL tersebar merata, kemudian diletakkan pada beaker glass dengan posisi lubang genital mengarah ke bawah (tepat berada pada bagian atas beaker glass). Untuk memasukkan jarum suntik ke dalam mulut landak laut perlu ketelitian tinggi agar tidak sampai melukai hewan. Telur dipilih yang berwarna kuning paling pekat dan sperma dipilih yang berwarna putih kental, langakah selanjutnya melakukan fertilasasi secara invitro. Telur yang sudah difertilisasi diambil dari beaker glass dengan menggunakan pipet tetes dan dimasukkan dalam cuvet setelah itu ditutup dengan alumunium foil. Setelah itu disentrifugasi dengan kecepatan 3200 rpm selama 10 menit untuk memisahkan telur fertil dan kotoran (Okazaki, 1975). Hasil sentrifugasi berupa residu dan supernatan. Residu adalah telur fertil sedangkan supernatan adalah kotoran. Supernatan dibuang menggunakan pipet tetes sedangkan residu diencerkan dengan air laut bersih sampai 3⁄4 bagian dan dimasukkan ke dalam toples percobaan serta diberi aerasi. Pengamatan perkembangan embrio dilakukan setelah telur dimasukkan ke dalam toples percobaan yang berisi air laut bervolume 3 liter dengan menggunakan 5 konsentrasi Fenol yang berbeda yaitu: 0 ppm (kontrol); 2,5 ppm; 5 ppm; 10 ppm; 20 ppm. Hasil perkembangan embrio landak laut yaitu: pada perlakuan 0 ppm (kontrol) embrio dapat berkembang sampai dengan fase prisma 2 spikula, pada perlakuan 2,5 ppm embrio berkembang sampai pada fase gastrula. Pada perlakuan 5 ppm embrio berkembang sampai pada tahap morula setelah itu embrio mati. Pada perlakuan 10 ppm embrio hanya mampu berkembang sampai pada fase pembelahan 16 sel setelah itu mati. Pada perlakuan 20 ppm embrio sudah semakin sulit berkembang dan hanya mampu bertahan sampai pada fase pembelahan 4 sel setelah itu mati. Penurunan perkembangan embrio yang terlihat disebabkan karena efek dari konsentrasi Fenol yang tinggi sehingga membuat embrio semakin sulit untuk berkembang. Hasil analisis uji anova dengan menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) Faktorial diperoleh F hitung, yang menjelaskan bahwa pengaruh perbedaan konsentrasi Fenolterhadap fase perkembangan embrio landak laut berbeda nyata pada taraf uji F 5%. Berdasarkan hasil ini maka analisis hipotesis awal (H1) yang diajukan, bahwa perbedaan konsentrasi Fenol yang berbeda memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap perkembangan embrio landak laut dapat diterima. Analisis tersebut menunjukkan bahwa embrio landak laut akan semakin sulit berkembang karena adanya pencemaran Fenol. Setelah dilakukan Analisis Sidik Ragam (ANOVA), maka dilanjutkan Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) didapatkan bahwa Uji BNT pada fase 2 sel menunjukkan bahwa, perlakuan Kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2,5 ppm, tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan 5 ppm, 10 ppm dan 20 ppm. Perlakuan 2,5 ppm berbeda nyata dengan perlakuan 5 ppm, 10 ppm dan 20 ppm. Perlakuan 5 ppm berbeda nyata dengan perlakuan 10 ppm dan 20 ppm. Perlakuan 10 ppm berbeda nyata dengan perlakuan 20 ppm. Dan konsentrasi Fenol 20 ppm menjadi perlakuan yang memberikan pengaruh terburuk terhadap perkembangan embrio landak laut. Uji BNT pada fase 4 sel menunjukkan bahwa, perlakuan Kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan 2,5 ppm tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 5 ppm, 10 ppm dan 20 ppm. Perlakuan 2,5 ppm tidak berbeda nyata dengan perlakuan 5 ppm dan 10 ppm tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 20 ppm. Sedangkan perlakuan 5 ppm tidak berbeda nyata dengan perakuan 10 ppm tetapi berbeda nyata terhadap perlakuan 20 ppm. Perlakuan 10 ppm tidak berbeda nyata terhadap perlakuan 20 ppm. Uji BNT pada fase 16 sel menunjukkan bahwa, perlakuan 20 ppm memberikan pengaruh terburuk diantara perlakuan lainnya pada fase pembelahan 16 sel dimana perlakuan 20 ppm berbeda nyata terhadap perlakuan Kontrol, 2,5 ppm, 5 ppm dan 10 ppm. Sedangkan masing-masing perlakuan mulai dari perlakuan Kontrol, 2,5 ppm, 5 ppm dan 10 ppm tidak saling berbeda nyata. Uji BNT pada fase 32 sel menunjukkan bahwa, perlakuan 10 ppm dan 20 ppm sudah tidak memberikan pengaruh terhadap perkembangan embrio dikarenakan pada fase 32 sel embrio sudah tidak dapat berkembang atau mati pada fase tersebut Dan hasil Uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan 5 ppm merupakan perlakuan yang memberikan pengaruh terburuk dibandingkan perlakuan Kontrol dan 2,5 ppm dimana, perlakuan 5 ppm berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol dan perlakuan 2,5 ppm. Uji BNT pada fase 64 sel menunjukkan bahwa, perlakuan 5 ppm tidak berbeda nyata terhadap perlakuan perlakuan Kontrol dan perlakuan 2,5 ppm, namun pe