Optimalisasi Desentralisasi Ekonomi Pengelolaan Pajak Hiburan Pasca Implementasi Peraturan Menteri Keuangan No 158 Tahun 2015 (Studi Pada Pemerintah Daerah Kota Batu)
Daftar Isi:
- Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 158/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Kesenian dan Hiburan, kini kedua sektor tersebut tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Perubahan ini disatu sisi merupakan upaya dari pemerintah pusat untuk melakukan penertiban pengenaan “double taxation dari salah satu objek pajak”, dikarenakan objek tersebut sudah dipungut oleh pemerintah daerah. Pada konteks Pemerintah Kota Batu, sektor pajak hiburan diatur pada Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Batu Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Pajak Hiburan. Hal ini dikarenakan, tidak lagi terdapat prosentase bagi hasil dari dana perimbangan sektor PPN jasa hiburan dan kesenian dari pemerintah pusat kepada daerah, sehingga pemerintah daerah diharapkan mampu melakukan optimalisasi atas perolehan pajak dari sektor hiburan secara mandiri dalam konteks desentralisasi ekonomi. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdapat 2 (dua) langkah optimalisasi yang dilakukan Pemerintah Kota Batu khususnya Dinas Pendapatan antara lain, 1). Melakukan monitoring dan evaluasi 2). Menyelenggarakan pelayanan prima. Sedangkan upaya optimalisasi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Batu dalam prakteknya, terdapat beberapa hambatan atau kendala yang dialami antara lain, Alokasi anggaran yang terbatas, kurangnya pemahaman wajib pajak, Sumber daya manusia yang kurang memadai pada bidang Seksi Pengawasan Dinas Pendapatan. Adapun strategi untuk mengotimalkan penerimaan pajak hiburan Kota Batu yaitu,1). Menambah jumlah dan kualitas SDM pada seksi pengawasan Dinas Pendapatan Kota Batu yang melakukan proses pengawasan langsung dilapangan, 2). Meningkatkan teknologi informasi terkait dengan administrasi penerimaan laporan wajib pajak sektor hiburan untuk mengurangi terjadinya human error, 3). Pemerintah daerah membuat peraturan secara khusus terkait upaya optimalisasi penerimaan pajak hibruan, 4). Mengalokasikan anggaran guna memaksimalkan kinerja, terutama pada bidang pengawasan yang memiliki jumlah staf terbatas.