Perspektif ketatanegaraan Islam tentang peran dan kedudukan Gubernur dalam undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah

Main Author: WIRAWAN, Dinnur Garista
Format: Bachelors
Terbitan: Fakultas Syariah dan Hukum
Subjects:
Daftar Isi:
  • Berdasarkan permasalahan yang menjadi bahasan penelitian ini, akan disimpulkan menjadi beberapa garis besar tentang kedudukan gubernur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta peran jabatan gubernur berdasarkan pendekatan teori pemerintahan Islam. Pertama, jabatan gubernur memiliki kedudukan politik untuk kepala daerah tingkat provinsi serta merupakan salah satu lembaga negara (state organs) sebagaimana tercantum dalam pasal 18 UUD 1945 pasca amandemen. Gubernur secara struktural memiliki peran penyelenggara pemerintahan di tingkat lokal di bawah presiden. Gubernur dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan di provinsi, memimpin koordinasi antar bupati atau walikota di wilayahnya. Peran strategis lainnya untuk menegaskan implementasi otonomi daerah, gubernur memegang fungsi eksekutif untuk mengimplementasikan program-program serta kebijakan yang berasal dari pemerintah pusat sebagaimana dijelaskan dalam pasal 37 Undangundang 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua, berdasarkan pendekatan studies islamic political perspective, peran dan kedudukan gubernur di Indonesia terdapat beberapa pola modifikasi serta pergeseran terutama dalam proses pengangkatan. Jika di Indonesia saat ini jabatan gubernur di pilih berdasarkan pemilihan langsung secara 85 demokratis, maka dalam praktik ketatanegaraan Islam masa klasik maupun beberapa negara muslim modern, terutama yang masih berlaku sistem monarki, seorang gubernur (wali / amir) ditunjuk langsung oleh oleh khalifah (kepala negara). Fungsi wali pada masa kenabian hingga masa kekhalifahan klasik, tidak hanya sebagai penentu penyelenggara urusan kebijakan publik, namun juga melekat fungsi wilayatul qadha?iyyah (fungsi peradilan), wilayatul tasyri?iyyah (pembuat peraturan) berperan secara sekaligus. Berbeda dengan praktik pemerintahan modern, ketika banyak negara ?menyepakati? untuk mengadopsi trias politika secara penuh, jabatan eksekutif secara umum telah benar-benar menjadi terbatas. Terutama untuk jabatan gubernur di Indonesia, selain dibatasi dengan berbagai berbagai peraturan perundangundangan, seorang gubernur juga wajib tunduk dan tidak memegang fungsi yudisial. Dalam hal proses legislasi daerah, gubernur masih harus berkoordinasi dengan lembaga DPRD sebelum diberlakukan