ANALISIS PENETAPAN PENGADILAN AGAMA JEPARA NOMOR:128/ Pdt.P/2018/PA.Jepr TENTANG WALI ADHAL DALAM PERSPEKTIF EMPAT IMAM MAZHAB
Daftar Isi:
- Perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram yang menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Merumuskan bahwa, “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Sedangkan perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah “Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dasar dan landasan hakim dalam menetapkan perkara nomor:128/Pdt.P/2018/PA Jpr. tentang wali adhal dan mengetahui penetapan perkara nomor: 128/Pdt.P/2018/ PA .Jepr. tentang Wali Adhal dalam perspektif Empat Imam Mazhab. Metode penelitian yang digunakan adalah metode yuridis normatif dengan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan analisis secara deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer berupa putusan pengadilan Agama Jepara dalam Penetapan perkara nomor: 128/Pdt.P/2018/PA.Jepr sedangkan sumber data sekunder berupa wawancara dengan Hakim. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: landasan dan dasar hakim dalam menetapkan perkara nomor: 128/Pdt.P/2018/PA.Jepr adalah berdasarkan dari alasan wali yang tidak sesuai dengan syar’i dan salah satu hadis yaitu dari Turmuzi. Adapun wali adhal dalam perspektif Empat Imam Mazhab, adalah ketiga Imam Mazhab yaitu Mazhab Imam Maliki, Syafi’i, Hanbali sepakat dan berpendapat keharusan adanya wali atau pengganti wali dalam setiap pernikahan, baik gadis maupun janda baik dewasa maupun yang belum dewasa. Sedangkan Mazhab Imam Hanbali berpendapat status wali menjadi syarat sah perkawinan khusus anak kecil baik perempuan atau laki-laki, dan orang gila baik Perempuan atau laki-laki (meskipun sudah dewasa). Sedangkan orang yang dewasa dan sudah baligh baik janda maupun gadis tidak berada dalam kekuasaan wali, cukuplah bagi kedua mempelai dengan akad nikah (ijab qabul) dengan syarat keduanya harus kafaah.