PERPINDAHAN WALI NASAB KE WALI HAKIM DALAM PERNIKAHAN KARENA WALI ‘ADHOL (Dalam Pandangan Ulama NU di Kabupaten Batang)
Main Author: | Syaifurrizaq, Ahmad |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2012
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://elc.stain-pekalongan.ac.id/296/1/Cover%20sd%20Daft%20Pustaka.pdf http://elc.stain-pekalongan.ac.id/296/ http://www.stain-pekalongan.ac.id/ |
Daftar Isi:
- Di dalam hukum perdata Islam di Indonesia adanya wali nikah bagi mempelai perempuan dalam akad pernikahan mempunyai peran yang sangat penting, sebab semua perkawinan yang dilakukan harus ada wali nikah dari mempelai perempuan, sehingga akad pernikahan yang dilakukan tanpa adanya wali maka nikahnya tidak sah, sebagaimana disebutkan dalam KHI pasal 19. selain itu apabila wanita yang akan melangsungkan pernikahannya dan tidak mempunyai wali atau walinya ‘adhol maka pernikahanya tersebut menggunakan wali hakim sebagaimana disebutkan dalam KHI pasal 23 ayat (1) dan (2) Dalam pernikahan yang dicatatkan di KUA Kecamatan Batang yaitu antara tahun 2010 sampai 2012 terdapat 165 peristiwa nikah menggunakan wali hakim karena wali ‘adhol. Mengenai tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pandangan dan dasar hukum yang digunakan oleh ulama NU di Kabupaten Batang yang tergabung dalam forum bathsul masa’il tentang perpindahan wali nasab ke wali hakim dalam pernikahan karena wali ‘adhol. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah penelitian kombinasi antara penelitian hukum empiris dan penelitian hukum normatif. Yaitu melakukan wawancara langsung kepada sebagaian Ulama NU di Kabupaten Batang yang tergabung dalam forum bahtsul masa’il dan melakukan kajian terhadap Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan KHI, terkait dengan perpindahan wali nasab ke wali hakim dalam pernikahan karena wali ‘adhol. Adapun hasil dari penelitian ini adalah bahwa ulama NU di Kabupaten Batang yang tergabung dalam forum bahtsul masa’il menyatakan bahwa pernikahan yang dilakukan menggunakan wali hakim tetap sah hukumnya sepanjang pelaksanaannya tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari’at, di samping itu wali hakim dapat menjadi sebagai wali nikahnya apabila, keberadaan wali ada pada radius dua marhalah (jarak untuk mengkosor sholat), keberadaan wali tidak diketahui, wali menolak untuk menikahkan (‘adhol), wali sulit dihubungi. Sedangkankan dasar hukum yang digunakan adalah berdasarkan pada kitab kitab Al-Muhadzab (Juz II, hal, 37), I'anah al- Thalibien (Juz III, hal. 307 dan 315), Nihayah al- Muhtaj (Juz VI, hal, 241), berdasarkan pada Al quran (surat Al Baqarah ayat 221), dan hadis. Berdasarkan dari pendapat dan dasar hukum yang digunakan oleh ulama NU di Kabupaten Batang yang tergabung dalam forum bahtsul masa’il maka penulis menyimpulkan bahwa pernikahan menggunakan wali hakim tetap sah hukumnya, sepanjang pelaksanaan pernikahannya tersebut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari’at, di samping itu wali hakim merupakan alternatif bagi mempelai wanita apabila dalam pelaksanannya pernikahannya tersebut tidak mempunyai wali atau walinya ‘adhol.