Tinjauan hukum Islam terhadap praktek gadai sawah di Desa Sindangjaya Kec. Ketanggungan Kab. Brebes
Main Author: | Amanah, Nina |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8022/1/132311026.pdf https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/8022/ |
Daftar Isi:
- Praktek gadai pada masa sekarang ini telah banyak mengalami perubahan, tidak terkecuali di Desa Sindangjaya, yakni adanya pengembalian utang yang disesuaikan harga gabah. Meskipun di lembaga keuangan telah banyak inovasi terhadap akad-akad mu‘āmalah namun masyarakat Desa Sindangjaya masih setia melakukan akad gadai sawah antara sesamanya. Sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan rumusan masalah dalam skripsi ini ialah a). Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek gadai di Desa Sindangjaya Kec. Ketanggungan Kab. Brebes? b). Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pengembalian utang gadai (marhūn bih) yang didasarkan atas perubahan harga gabah di Desa Sindangjaya Kec. Ketanggungan Kab. Brebes? Jenis penelitian ini kualitatif, menggunakan data penelitian lapangan (field research) yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan langsung ke lapangan guna memperoleh data yang lengkap dan akurat mengenai praktek pengembalian marhun bih yang disesuaikan harga gabah di Desa Sindangjaya, dengan pendekatan normatif dan sosiologis. Praktek gadai di Desa Sindangjaya Kec. Ketanggungan Kab. Brebes ditinjau dari hukum Islam adalah boleh, karena sudah memenuhi syarat dan rukunnya, meskipun dari segi pemanfaatan barang gadai terdapat beberapa pendapat, yakni ada yang membolehkan dan adapula yang melarangnya. Secara syariat, akad gadai adalah sebagai jaminan atas kepercayaan kedua belah pihak, bukan akad untuk mendapat keuntungan atau bersifat komersial. Dalam pengembalian marhūn bih apabila dilihat dari kejelasan berapa nominal yang nantinya harus dibayarkan, maka tidak ada kejelasan kecuali dengan memperkirakannya. Dengan semakin mahalnya harga gabah maka utang tersebut akan semakin memberatkan pihak rāhin dan itu berarti mengharuskan adanya tambahan pengembalian utang. Padahal, Islam melarang setiap bentuk praktik riba termasuk dari harta orang-orang yang membutuhkan.