Studi analisis terhadap keberadaan barang jaminan dalam pembiayaan di lembaga keuangan syariah (studi kasus di BMT Hudatama Semarang)
Daftar Isi:
- Dalam konsep yang sebenarnya Lembaga Keuangan Syariah tidak dibolehkan ada jaminan sedangkan pada prakteknya di Indonesia ada jaminan sebagaimana yang ada dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) diputuskan bahwa pada prinsipnya tidak ada jaminan di Bank Syariah, namun agar mudharib atau pihak ketiga tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan dari pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila pihak ketiga terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. BMT HUDATAMA sebagai bentuk lembaga keuangan non bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah maka lembaga ini pun berorientasi pada profit (commercial). Salah satu kegiatannya adalah funding, (memberikan pembiayaan). BMT HUDATAMA Semarang ketika terjadi transaksi pembiayaan pasti akan meminta jaminan, baik itu berupa barang maupun personal yang posisinya sebagai penjamin dari anggota, ini bertujuan supaya anggota mempunyai i’tikat baik dan tidak menyalah gunakan kepercayaan yang diberikan dan ketika ada wanprestasi (anggota tidak bisa mengembalikan pinjaman) maka barang jaminannya akan dihargai oleh pihak ketiga, apabila harga barang jaminannya melebihi jumlah pinjaman, maka sisanya akan dikembalikan kepada anggota yang mengalami wanprestasi tersebut. Dari dasar hukum Islam menegaskan bahwa diperbolehkannya meminta jaminan atas hutang yang digelontorkan kepada debitur tentunya dengan syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah diatur dalam syariat Islam. Secara umum jaminan dalam hukum Islam dibagi menjadi dua, yaitu jaminan yang berupa orang (personal guaranty) dan jaminan yang berupa harta benda. Yang pertama sering dikenal dengan istilah dlaman atau kafalah. Sedangkan yang kedua dikenal dengan istilah rahn. Pelaksanaan pembiayaan kredit usaha rakyat dan barang jaminan di BMT HUDATAMA Semarang dalam implementasinya perlu dianalisis kembali apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah atau belum. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Studi Analisis Terhadap Keberadaan Barang Jaminan Dalam Pembiayaan di Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di BMT HUDATAMA Semarang). Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau field research yang dilakukan di BMT HUDATAMA Semarang. Untuk mendapatkan data yang valid, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan sekunder. Setelah data-data terkumpul maka penulis menganalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Kedudukan Barang Jaminan di KJKS BMT HUDATAMA adalah sebagai pengikat kreditur untuk mengembalikan hutang sesuai prosedur yang telah disepakati pada waktu aqad. Sedangkan keberadaan barang jaminan yang telah diberikan di simpan dalam Brankas atau tempat yang aman di masing – masing Cabang BMT HUDATAMA.