Pemaknaan hadis witir dalam kitab Sunan Abu Dawud nomer indeks 1437-1438
Daftar Isi:
- Tujuan dari penelitian ini adalah ingin mendiskripsikan tentang kualitas hadis, apakah hadis ini shahih atau tidak dan pemaknaannya secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan metode Takhrij dan i'tibar. Takhrij yaitu langkah awal untuk mengetahui kualitas suatu hadis. Dan i'tibar adalah menyertakan sanad-sanad lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadits itu pada sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja. Hasil penelitian ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa kualitas hadis tentang shalat witir itu tergolong shahih segi sanad dan tidak bertentangan dengan Al Quran, hadis yang lebih kuat dan nalar. Sehingga kedua hadis itu merupakan hadis yang valid, bisa diamalkan, dan termasuk kategori "maqbul ma 'mulun bih" yang dapat dijadikan sebagai huijah. Dua hadis yang diteliti dalam penelitian ini saling berkaitan yang memberikan penjelasan bahwa Rasullullah SAW tidak mempermasalahkan waktu pelaksanaan shalat witir itu. Rasullullah SAW pernah melakukannya pada awal malam, pertengahan malam ataupun akhir malam hari. Namun pada akhimya Rasulullah SAW lebih sering membiasakan shalat witirnya pada akhir malam. Yaitu pada waktu atau jam sahur (hampir masuk waktu subuh). Dengan penegasan karena waktu itulah yang paling utama. Dengan kata lain, akhiri shalat malammu dengan shalat witir dan witir sebagai penutup seluruh shalat malam. Hukum shalat witir adalah shalat sunat muakkad yang dianjurkan serta disemangatkan benar-benar oleh Rasulullah SAW. Shalat witir dikerjakan batasan rakaat yang ganjil, satu rakaat, tiga rakaat, lima rakaat, tujuh rakaat, atau lebih dari itu, yakni sebelas rakaat atau tiga belas rakaat. Jumhur ulama, madzhab Syafi'i dan madzhab Hambali mengatakan bahwa batas maksimal shalat witir ialah sebelas rakaat, minimalnya ialah satu rakaat, sedangkan minimal yang lebih sempurna ialah tiga rakaat.