Penerapan hukum terhadap tindak pidana perdagangan orangdengan eksploitasi anak dibawah umur dengan undang-undang nomor 21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang
Daftar Isi:
- ABSTRAK Richard Ronaldo Priambodo 110111100056 Perdagangan orang adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan ekspoitasi. Seiring perkembangannya banyak terjadi kasus perdagangan orang yang korbannya anak dengan bermoduskan sebagai pembantu rumah tangga. Para pelaku tindak pidana perdagangan orang (anak) yang dijadikan pembantu rumah tangga ini dijerat sanksi pidana menggunakan UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji mengenai penerapan hukum terhadap pelaku perdagangan anak serta mengkaji kendala yang timbul dalam menegakkan hukum khususnya UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh dan sistematis terhadap norma hukum, asas hukum, dan pengertian hukum dalam suatu hukum positif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu menitikberatkan pada studi dokumen untuk mempelajari data sekunder yang terkumpul berupa bahan-bahan yang ada kaitannya dengan permasalahan hukum yang diteliti. Hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa penegakan hukum dalam meniindak pelaku perdagangan anak sudah dijalankan oleh aparat penegak hukum, hal tersebut dapat dilihat dengan diprosesnya para pelaku pedagangan orang (korban anak) melalui sistem peradilan pidana. Akan tetapi penerapan UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO tidak berjalan dengan optimal dikarenakan aparat penegak hukum tidak dapat membuktikan serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana perdagangan anak yang ditentukan dalam UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO. Selain itu, jumlah aparat penegak hukum yang masih kurang juga kualitas sumber daya manusia aparat penegak hukum dalam memahami UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO untuk menangani kasus perdagangan anak, khususnya aparat penegak hukum yang berada di wlayah perbatasan negara Indonesia maupun wilayah terpencil di Indonesia. Hal ini mengakibatkan pelaku tindak pidana perdagagan anak tidak dijerat dengan UU No.21 Tahun 2007 tentang PTPPO melainkan dengan undang-undang yang lainnya, disamping itu aparat penegak hukum menjatuhkan sanksi pidana yang ringan terhadap pelaku perdagangan anak. Kendala-kendala yang dialami penegak hukum dalam mencegah perdagangan anak sangat beragam dan kompleks, seperti belum adanya pemahaman yang sama dalam penegak hukum terhadap penyelesaian kasus perdagangan anak, terdapat juga faktor dari masyarakatnya sendiri yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah, faktor budaya masyarakat yang beranggapan bekerja di luar negeri akan mendapatkan upah yang relatif besar dibandingkan bekerja di dalam negeri, dan faktor pengetahuan masyarakat yang tidak mengetahui modus-modus perdagangan anak sehingga masyarakat dengan mudah dibohongi dan ditipu pekerjaan dengan upah yang kecil. Kondisi seperti ini yang menyebabkan terjadinya perdagangan anak dan cenderung dimanfaatkan oleh pelaku untuk kepentingan bisnis.