Summary: |
Palembang pada masa kesultanan Palembang Darussalam berfungsi sebagai pusat kerajaan. Dalam kehidupan masyarakatnya upacara-upacara bersifat keagamaan dan umum, serta berhubungan dengan kerajaan, telah menjadi adat kebiasaan. Salah satu tugas sultan menjadi seorang umaro, artinya beliau menjadi penasehat agama pada pemerintahan. Keberadaan Kesultanan Palembang bukan hanya bidang budaya saja melainkan juga ada unsur politik. Proses pengangkatan raja-raja atau sultan-sultan yang pernah memerintah di Palembang tidaklah berbeda dengan yang ada di kesultanan-kesultanan lain yang pernah ada di nusantara ini. Meskipun kesatuan politik ini bernafaskan Islam, namun sesungguhnya masih meneruskan apa yang telah ada sebelumnya, yaitu Konsep Hindu-Budha, sementara Islam hanya sebagai baju luarnya saja. Sebagai kesultanan yang bersifat maritim dan absolut, Kesultanan Palembang merupakan satu-satunya monarki absolut yang masih ada di Asia Tenggara. Berlainan dengan di kesultanan laut, di kerajaan agraris kesatuan politik (sacral) masih tetap ada selagi pusaka-pusaka masih ada, dan sitihinggil (tahta) masih berada di tempat suci. Singkat kata, selama ada keraton maka kerajaan masih ada dan raja masih diakui oleh masyarakatnya. Bahkan kerajaan yang fungsi politiknya telah dihapuskan ratusan tahun lalu, seperti keraton-keraton di Cirebon, fungsi budaya dan sakralnya tetap bertahan. Hal ini berbeda dengan kerajaan-kerajaan maritim, karena meskipun raja (sultan) dan keratonnya masih ada, namun keberadaannya tidak diakui lagi oleh masyarakatnya. Beberapa contoh bisa dikemukakan di sini ialah Kesultanan Deli di Sumatera Utara, yang sultannya juga seorang perwira; kesultanan Bugis-Makassar di Sulawesi Selatan.
|