KEJAHATAN JABATAN DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM PANCASILA
Main Author: | Anjari, Warih |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
E-Journal Widya Yustisia
, 2017
|
Online Access: |
http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/yustisia/article/view/297 http://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/yustisia/article/view/297/290 |
Daftar Isi:
- Kejahatan jabatan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri dengan menggunakan kekuasaan, sarana dan prasarana jabatannya. Pejabat sebagai pengemban amanah negara, tidak dibenarkan menggunakan jabatannya untuk melakukan kejahatan. KUHP memperberat pejabat yang menggunakan jabatannya untuk melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 52. Prakteknya perberatan berdasarkan Pasal 52 KUHP jarang diterapkan terhadap pegawai negeri yang melakukan kejahatan. Tujuan penulisan ini adalah: untuk mendeskripsikan pengaturan kejahatan jabatan dalam hukum pidana Indonesia, dan untuk menganalisis penerapan Pasal 52 KUHP terhadap kejahatan jabatan dalam perspektif negara hukum Pancasila. Metode penelitiannya yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data yang digunakan data sekunder dengan analisis deskriptif kualitatif dan penafsiran sistimatis. Dapat disimpulkan bahwa kejahatan jabatan diatur dalam Buku II dan Buku III KUHP dan perberatan untuk kejahatan jabatan berdasarkan Pasal 52 KUHP, dan pemberatan berdasarkan Pasal 52 KUHP terhadap kejahatan jabatan sejalan dengan pelaksanaan keseimbangan hak dan kewajiban dalam negara hukum Pancasila.
- Official crime is a crime committed by civil servants using the power, facilities and infrastructure of his position. Officials as bearers of the state's mandate, are not allowed to use their positions to commit crimes. The Criminal Code aggravates officials who use their positions to commit crimes under Article 52. The practice of ransom under Article 52 of the Criminal Code is rarely applied to public servants committing crimes. The purpose of writing in this paper is: to describe the setting of crime of office in Indonesian criminal law, and to analyze the application of Article 52 of the Criminal Code against crime of office in the perspective of Pancasila law state. The research method is normative juridical with approach of legislation and case approach. Data used secondary data with qualitative descriptive analysis and systematic interpretation. The conclusion is that the crime of office is regulated in Book II and Book III of the Criminal Code and the penalty for offenses based on Article 52 of the Criminal Code and the objections under Article 52 of the Criminal Code against offenses in line with the implementation of the balance of rights and obligations in the Pancasila state law.