Pembatasan Usia Perkawinan Ditinjau Dari Undang-Undang Perlindungan Anak (Uupa) Dan Maqashid Syari’ah

Main Author: Triliya, Selfi
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2018
Subjects:
etc
Online Access: http://e-theses.iaincurup.ac.id/665/1/SEFTI%20TRILIYA%20NIM.%2014621030%20PRODI.%20AHWAL%20AL-SYAKHSYIYAH.pdf
http://e-theses.iaincurup.ac.id/665/
Daftar Isi:
  • Pernikahan di bawah umur merupakan praktik pernikahan yang sering terjadi dikalangan masyarakat. Pernikahan ini dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan yang mana keduanya belum dikategorikan dalam usia dewasa atau belum baligh. Dalam hal ini penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut batasan-batasan usia produktif untuk melaksanakan pernikahan dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan Maqashid Syari’ah. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui, 1) Bagaimana pembatasan usia pernikahan menurut Undang-undang Perlindungan Anak, 2) Bagaimana pembatasan usia pernikahan dalam Maqashid Syari’ah. Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan atau library research. Dalam mengkaji data primer yang didapat dari literatur-literatur dari berbagai referensi melalui kepustakaan seperti al-Qur’an dan Hadits dan melalui kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Dari penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Pembatasan usia perkawinan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) adalah 18 (delapan belas) tahun hal ini dipahami dalam UUPA Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 1 yang berbunyi “ Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Pembatasan ini hakikatnya mencegah perkawinan di bawah umur (dini) dan menunjang keberhasilan program nasional Keluarga Berencana 2) Pembatasan usia perkawinan dalam Maqashid Syari’ah sesuai dengan kriteria usia yang ada dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI yaitu sekitar 16-21 tahun. Hal ini ditetapkan karena tujuan terciptanya kebaikan pada setiap pasangan calon pengantin agar mereka terhindar dari kemudharatan seperti kematian dini pasca melahirkan, karena Hukum Islam menjaga agar nyawa manusia terpelihara dengan baik (Hifdun Nafs).