SINKRONISASI ANTARA UNDANG-UNDANG RATIFIKASI HAK SIPIL DAN POLITIK DENGAN UNDANG-UNDANG MAHKAMAH KONSTITUSI MENGENAI LEGAL STANDING WARGA NEGARA ASING DALAM PERMOHONAN CONSTITUSIONAL REVIEW
Daftar Isi:
- Amar putusan tidak terima dikeluarkan oleh MK yang menimbulkan problematika terhadap orang asing yang mengajukan permohonan Constitusional Review, alasan tidak memiliki legal standing sesuai dengan kualifikasi pemohon dalam pasal 51 ayat (1) UU MK merupakan salah satu unsur legal standing. Sedangkan dalam pasal 26 ICCPR yang sudah diratifikasi oleh Indonesia menjadi UU Pengesahan Kovenan Internasional hak Sipil dan Politik mengatakan bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlindungan hukum tanpa diskriminasi apapun sehingga dari kedua Undang-Undang tersebut menimbulkan problemantika yang dapat dijadikan dua (2) poin rumusan masalah yakni: 1. Apakah terdapat sinkronisasi antara UU Ratifikasi Hak Sipil Dan Politik dengan UU Mahkamah Konstitusi terkait legal standing warga Negara asing dalam permohonan Constitusional Review?; dan 2. Apakah dasar yang dipergunakan MK untuk tidak memberikan legal standing warga Negara asing dalam permohonan Constitusional Review? Penulisan ini menggunakan motode penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang konseptual dan kasus Dalam analisis penulis untuk penyelesaian permasalahan dua (2) poin tersebut yaitu,(1) UU Ratifikasi Hak Sipil dan politik dan UU Mk dapat dilakukan upaya penyelarasan atau terdapat sinkron dalam peraturan perundang-undang secara horizontal dengan melalui reservasi (persyaratan) dalam pasal 26 ICCPR Atau UU Ratifikasi Hak Sipil Dan Politik tersebut. (2) dasar MK tidak Memberikan legal standing warga Negara asing terdapat emat (4) poin yakni, 1. WNI yang berhak Mendapat haknya sesuai dengan pasal 26 ICCPR menjadi patokan HAM bersifat universalitas 2. Teori kedaulatan Negara dapat menjadi HAM berlaku Melalui prosedur resevarsi dalam Pasal 26 ICCPR orang asing dapat mengajukan permohonan Constitusional Review dan disesuaikan dengan kasus-kasusnya.