PENERAPAN TEORI DEELNEMING PADA PUTUSAN HAKIM DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Daftar Isi:
- Dalam menjalankan suatu kejahatan, seseorang tidak hanya melakukan kejahatannya secara tunggal, tetapi dilakukan karena ada orang yang turut serta melakukan kejahatan tersebut, seperti yang terjadi pada tindak pidana korupsi. Turut (serta) melakukan artinya, bersepakat dengan orang lain membuat rencana untuk melakukan suatu perbuatan pidana dan secara bersama-sama melaksanakannya (kerja-sama). Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana penerapan ajaran penyertaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi pada Sistem Peradilan Pidana saat ini? 2. Hambatan apa yang dihadapi dalam penerapan ajaran penyertaan pidana dalam memberantas tindak pidana korupsi? 3. Bagaimana perluasan unsur deelneming/penyertaan dalam tindak pidana korupsi di masa mendatang?. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normative. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Penerapan ajaran penyertaan terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia berdasarkan Pasal 55 ayat (1) diterapkan terhadap: Pelaku materil yang melakukan perbuatan korupsi secara tidak utuh (tidak sempurna). Pejabat publik yang mengetahui dan atau menyetujui terjadinya tindak pidana korupsi. Pelaku materil dan pemegang kedudukan swasta yang bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi dengan pejabat publik. Korporasi yang terlibat dalam tindak pidana korupsi karena berbagai bentuk penyertaan seperti doenplegen, medeplegen, uitlokken memiliki keterbatasan untuk diterapkan dalam tindak pidana korupsi dengan modus operandi yang kompleks atau rumit. Penerapan ajaran penyertaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi mengalami berbagai hambatan atau kendala. Hambatan tersebut dapat berasal dari dalam maupun luar atau baik yang berhubungan dengan substansi perkara maupun di luar perkara. Hambatan tersebut terdiri dari penerapan teori akibat langsung (adequate theory) oleh hakim pidana dalam memutus perkara, kompetensi penyidik dan penuntut umum, adanya kebijakan rencana tuntutan dalam perkara korupsi yang harus ditaati jaksa penuntut umum dan kebijakan hukum pidana. Konsep ajaran penyertaan dalam tindak pidana korupsi dilakukan dengan memperluas ajaran penyertaan dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP melalui konsep knowledge dan agreeing pada konsep participation yang berasal dari Common Law System berdasarkan konvensi internasional (UNCATOC 2000 dan UNCAC 2003) serta mengadopsi konsep participation dalam hal ini konsep complicity mengenai actus reus dan mensrea.