Daftar Isi:
  • Praperadilan merupakan wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus perkara prosedural upaya paksa sesuai dengan ketentuan Pasal 77 KUHAP yaitu tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Persoalan pokok dari skripsi ini adalah tentang bagaimana pengaturan upaya hukum terhadap putusan praperadilan serta apa dasar pertimbangan hakim mahkamah agung dalam menerima permohonan peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode normatif. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa putusan praperadilan tidak dapat dimintakan banding karena Pasal 83 ayat (2) KUHAP sudah dicabut melalui putusan Mahkamah Konstitusi No: 65/PUUIX/ 2011, kemudian kasasi dilarang dalam Pasal 45A Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung, sedangkan untuk Peninjauan kembali yang sampai saat ini belum ada pengaturannya juga seharusnya tidak dapat dilakukan. Dasar pertimbangan hakim MA dalam putusan No: 59/PK/Pid/2006 dan No:136/PK/Pid/2006 yang membolehkan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan tidak memiliki dasar hukum yang kuat sehingga dapat disimpulkan bahwa putusan tersebut telah salah dalam melakukan penerapan hukum, sedangkan dalam putusan MA No:152/PKPid/2010 Mahkamah Agung sangat memperhatikan aspek yuridis sehingga menyatakan tidak dapat diterima permohonan peninjauan kembali terhadap putusan praperadilan. Inkonsistensi Mahkamah Agung menyebabkan ketidakpastian hukum dan tentu dapat mengakibatkan turunnya kewibawaan Mahkamah Agung itu sendiri.