ANALISIS TENTANG KEDUDUKAN SAKSI DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIS
Daftar Isi:
- Notaris merupakan suatu pekerjaan yang memiliki khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah menyatakan secara tertulis dan autentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak, serta peristiwa-peristiwa hukum lainnya yang oleh para penghadap maupun oleh Undang-Undang diharuskan dengan dengan akta Notaris. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Jabatan Notaris menyatakan bahwa: setiap akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan Perundang-Undangan menentukan lain. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode peneliltian Normatif dengan pendekatan Perundang-Undangan (statute approach). Berdasarkan penjelasan Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Jabatan Notaris syarat untuk menjadi saksi diantaranya adalah paling rendah berumur 18 Tahun atau sebelumnya telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf, dan tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak. Secara umum, kesaksian itu adalah keterangan yang diberikan saksi yang funginya untuk menguatkan suatu perbuatan atau peristiwa hukum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan secara Normatif ini, penulis menganalisis mengenai pembubuhan tanda tangan saksi di dalam akta Notaris, serta menganalisis mengenai keabsahan suatu akta Notaris yang dibuat dihadapan Notaris tetapi tidak ada tanda tangan saksi.