PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI GRATIFIKASI (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 912 K/Pid.Sus/2010 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2216 K/Pid.Sus/2013)
Daftar Isi:
- Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Tindak pidana Gratifikasi diatur di dalam Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada penelitian menggunakan metode penelitian normatif dengan sumber bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah 1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi melalui gratifikasi Putusan Mahkamah Agung Nomor 912 K/Pid.Sus/2010 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2216 K/Pid.Sus/2013, 2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi melalui gratifikasi Putusan Mahkamah Agung Nomor 912 K/Pid.Sus/2010 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2216 K/Pid.Sus/2013 bila dilihat dari tujuan pemidanaan. Hasil dari penelitian ini adalah 1. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 2216 K/Pid.Sus/2013 terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi melalui Gratifikasi adalah dalam putusan ini semua perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi melalui Gratifikasi, dalam putusan ini menggunakan teori pemidanaan Relatif, sedangkan pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 912 K/Pid.Sus/2010 menurut pertimbangan hakim semua unsur-unsur yang didakwakan kepada terdakwa tidak terpenuhi sehingga hakim menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa.