Daftar Isi:
  • Perkembangan teknologi dan informasi dalam kehidupan manusia yang mengalami kemajuan yang pesat, berdampak pada makin maraknya tindak kejahatan, terlebih tindak kejahatan internasional/transnasional. Kejahatan tersebut memiliki modus operandi dan sistem yang canggih, melampaui batas negara, dan sangat terorganisir. Kejahatan-kejahatan internasional tersebut mempunyai kecenderungan untuk mengikuti perkembangan komunikasi, transportasi dan informatika. Hal ini berakibat kemajuan teknologi akan diikuti oleh perkembangan kejahatan internasional. Meningkatnya kejahatan internasional ini bahkan memunculkan jenis-jenis kejahatan baru yang belum dikenal sebelumnya. Kejadian inilah yang lazim disebut dengan Kejahatan Transnasional Terorganisasi (Transnational Organized Crime) seperti tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme, uang palsu, dan tindak pidana pencucian uang. Kerjasama internasional menjadi salah satu instrumen kerjasama antar negara dalam pencegahan dan penyelidikan kejahatan transnasional. Kerjasama tersebut dibuat atas dasar kesepakatan, dituangkan dalam bentuk perjanjian bantuan hukum timbal balik/mutual legal assistance. Perjanjian MLA RI-Korea memilki dasar hukum Undang-undang RI No. 1 Tahun 2006 Tentang Bantuan Timbal Balik dalam Masalah Pidana dan UN Model Treaty on MLA. Perjanjian ini tidak memiliki list of crime, dan diharapkan tidak membatasi kerjasama penanganan kejahatan internasional di masa sekarang dan yang akan datang. Melalui pendekatan yuridis normatif, penulis melakukan penelaahan terhadap kaedah-kaedah hukum dan peraturan perundang-undangan untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap perjanjian MLA RI-Korea, sesuai dengan hukum nasional dan hukum internasional.