Daftar Isi:
  • Kekerasan seksual terhadap istri merupakan segala perilaku yang dilakukan suami dalam berhubungan seksual yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis. Faktor meningkatnya kekerasan seksual suami terhadap istri dalam rumah tangga dikarenakan masih kentalnya budaya patriarki dalam pola pikir masyarakat kebanyakan. Pandangan ini sangat mengagungkan superioritas laki-laki (suami) sebagai kepala rumah tangga yang memiliki otoritas penuh terhadap anggota keluarga, terutama istri. Di tambah pula adanya beberapa ayat al-Qur'an yang masih ditafsirkan secara tekstual. Padahal larangan pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga telah ditegaskan di dalam pasal 8 huruf a UU Penghapusan KDRT No. 23 Tahun 2003, yaitu : "Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut". Pengertian Undang-undang di atas bisa jadi sangat bias, sehingga seorang isteri tidak dapat menolak keinginan seks suami walau dengan alasan yang dapat diterima. Karena kalimat 'pemaksaan hubungan seksual' tidak dijelaskan secara rinci dalam penjelasan UU penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004. Belum adanya hukum yang ditetapkan secara tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap istri dalam hukum pidana Islam, mengakibatkan kerancuan dan kesewenangan itu senantiasa lestari. akan tetapi akan sebaliknya apabila ada kekerasan dalam malakukuan hubungan seksual. Justru Undang undang penghapusan KDRT pasal 8 ini ingin mengcounter pandangan yang menempatkan istri sebagai “sex provider” atas nama institusi perkawinan. Prinsipnya bahwa setiap orang berhak memiliki control atas integritas tubuhnya dan terhindar dari berbagai bentuk kekerasan seksual. Tidak ada satu institusipun yang berwenang merenggut hak-haknya ini Kata Kunci: KDRT, Pemaksaan, Seksual dan Kekerasan.