Daftar Isi:
  • Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan juga memiliki kewenangan untuk memberikan Nasihat/ Penyuluhan Hukum, akan tetapi Notaris tidak boleh memaksakan kehendaknya untuk dituangkan dalam akta, seperti permintaan para penghadap untuk dibuatkan Akta Pengakuan Hutang dengan Jaminan yang ditolak oleh Notaris dan diarahkan untuk dibuat dalam bentuk Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Apa yang dituangkan didalam akta harus merupakan kehendak dan kepentingan para pihak asal tidak bertentangan dengan Norma Agama, Norma Kesusilaan, Norma Kesopanan dan Undang-Undang, isu hukum/ permasalahan yang akan dianalisis dalam tesis tentang tanggung jawab hukum Notaris dalam membuat akta partij yang bukan merupakan kehendak para pihak ialah bagaimanakah kewajiban notaris terhadap batas-batas kepentingan para pihak yang terkait dalam akta yang dibuatnya, bagaimanakah tanggung jawab hukum Notaris atas pembuatan akta partij yang bukan merupakan kehendak para pihak dan menimbulkan kerugian, serta apakah yang menjadi dasar pertimbangan putusan hukum hakim dalam Putusan Kasasi Nomor 3459 K/Pdt/2016. Jenis penelitian yang digunakan yaitu secara normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Data penelitian yang digunakan yaitu data sekunder berupa bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, PP Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009. Bahan hukum sekunder yaitu buku, jurnal ilmiah dan artikel-artikel. Bahan hukum tersier yaitu kamus, internet, kode etik Notaris dan Putusan Kasasi Nomor 3459 K/Pdt/2016. Penarikan kesimpulan secara deduktif. Hasil penelitian dan kesimpulan adalah Notaris telah mengesampingkan kepentingan para pihak yang yang menyampaikan maksud dan kehendaknya untuk dibuatkan akta Pengakuan Hutang dengan Jaminan tapi langsung ditolak oleh Notaris dan diarahkan membuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) sehingga berakibat merugikan salah satu pihak. Notaris dapat dimintakan tanggung jawab baik secara Perdata, Pidana, Administrasi dan Etika Profesinya, jika ternyata dari pemberian nasihat hukum dan pembuatan akta itu berakibat merugikan para pihak. Majelis Hakim yang memutus perkara tersebut harusnya tidak hanya melihat dari cara berfikir dan legalitas formal dengan mengesampingkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan bahwa PPJB dibuat dalam keadaan tidak bebas dan akta PPJB tersebut bukan jual-beli yang sebenarnya.