PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA MELALUI SISTEM OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011
Main Authors: | HARTINI, UMMI, Hasan, Sofyan, Ibrahim, Zulkarnain |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unsri.ac.id/107/1/RAMA_74201_02011181520168_01_front_ref.pdf http://repository.unsri.ac.id/107/2/RAMA_74201_02011181520168_02.pdf http://repository.unsri.ac.id/107/3/RAMA_74201_02011181520168_03.pdf http://repository.unsri.ac.id/107/4/RAMA_74201_02011181520168_04.pdf http://repository.unsri.ac.id/107/5/RAMA_74201_02011181520168_05_ref.pdf http://repository.unsri.ac.id/107/ |
Daftar Isi:
- Berkembangnya hubungan industrial Ketenagakerjaan melalui sistem outsorcing banyak menimbulkan suatu problematika bagi perkembangan pekerja/buruh. Banyak hak-hak pekerja terabaikan oleh perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing. Selainitu sistem Ketenagakerjaan outsourcing tidak sejalan dengan tujuan dan cita-cita konstitusi Negara Republik Indonesia yang termuat di dalam alinea ke-empat UUD 1945 yaitu : “Untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum berdasarkan Pancasila untuk terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sehingga berdasarkan uraian tersebut maka permasalahan yang dibahasa dalah mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja melalui sistem outsourcing berdarakan Perundang–Undangan. Metode yang digunakan untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian Normatif. Hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011 tidak menyatakan sistem outsourcing sebagai sistem terlarang artinya Putusan tersebut masih melegalkan atau membolehkan sistem Ketenagakerjaan outsourcing hanya saja Mahkamah Konstitusi mensyaratkan ada dua model Ketenagakerjaan outsourcing yaitu dalam model Pertama, Mahkamah Konstitusi mengharuskan pekerja yang bekerja dibidang outsourcing dengan bentuk PKWTT yang apabila sudah tidak dibutuhkan maka akan mendapatkan pesangon dan tunjungan-tunjangan lain, sedangkan untuk model Kedua perusahaan outsourcing dapat menggunakan PKWT, tetapi harus mensyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja yang objek kerjanya tetap ada.