Main Author: | M, Amril |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau
, 2017
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/al-fikra/article/view/3703 http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/al-fikra/article/view/3703/2255 |
Daftar Isi:
- Dalam wacana etika Islam klasik, jiwa merupakan unsur yang sangat menentukan bagi kehidupan manusia. Jiwa tidak saja menjadikan manusia hidup, bergerak, merasa dan beraktivitas, bahkan juga berperilaku moral dan amoral serta memahami “yang wujud” dan berkontemplasi dan mempercayai tentang “Yang Wujud” dengan segala implikasi dan konsekuensinya yang kesemuanya itu dapat dikatakan berakar dari jiwa. Begitu besarnya peranan jiwa dalam hidup dan kehidupan bagi manusia, utamanya dalam konteks etika, tidak mengherankan bila hampir seluruh filsuf Muslim klasik pada masa itu menumpukan perhatian kajian etika mereka tentang bagaimana memberdayakan jiwa sebagai sumber perilaku-perilaku moral, baik dari sisi metodologis-praksis, maupun dari sisi implementasi dan konsekuensi yang dihasilkan dalam upaya pemberdayaan jiwa tersebut. Pemberdayaan daya jiwa dalam kajian etika Islam klasik, sebagaimana hal tersebut di atas dalam pemikiran filsuf Muslim klasik, secara terminologis terakumulasi pada apa yang dikenal dengan sebutan self-purification.