IMPEACHMENT DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF DITINJAU MENURUT PERSPEKTIF FIQH SIYASAH

Main Author: A.R Syafri A.W,
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: eng
Terbitan: , 2011
Subjects:
Online Access: http://repository.uin-suska.ac.id/799/1/2011_2011243-.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/799/
Daftar Isi:
  • Skripsi ini berjudul “Impeachment Dalam Pandangan Hukum Positif Ditinjau Menurut Perspektif Fiqh Siyasah”, ditulis dengan latar belakang sedang hangatnya proses politik yang berkembang dewasa ini di Indonesia terkait upaya melakukan pemakzulkan kepada Presiden, untuk itu perlu mendapat kajian lebih dalam terkait proses impeachment di Indonesia dengan analisia fiqh siyasah. Impeachment bukan merupakan turunnya, berhentinya atau dipecatnya presiden atau pejabat tinggi negara dari jabatannya. Sesungguhnya arti impeachment sendiri merupakan tuduhan atau dakwaan sehingga pranata impeachment lebih menitikberatkan dalam hal prosesnya dan tidak mesti berakhir dengan berhenti atau turunnya presiden atau pejabat tinggi negara dari jabatannya. Dasar bagi suatu proses impeachment, diantaranya sebagai berikut: pengkhianatan terhadap negara, melakukan korupsi, melakukan penyuapan, melakukan tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela dan terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden. Dalam Islam Pema'zulan langsung bisa disebabkan; (1) Jika dia murtad, (2) Khalifah gila parah yang tidak bisa disembuhkan, (3) Khalifah di tawan oleh musuh yang kuat, yang tidak mungkin bisa melepaskan diri dari tawanan tersebut. Bahkan tidak ada harapan untuk bebas. Pema'zulan Berjenjang, manakala; khalifah melakukan kefasikan secara terang-terangan, khalifah berubah kelaminnya menjadi perempuan atau waria (operasi kelamin) atau kebanci-bancian (khuntsa; mutakhannisat), khalifah gila, namun tidak parah, terkadang sembuh terkadang gila (kambuhan), khalifah tidak dapat menjalankan tugas kekhalifahannya karena suatu sebab, baik cacat anggota tubuh maupun sakit keras yang sulit diharapkan kesembuhannya, khalifah mendapatkan tekanan dari berbagai pihak yang berakibat ia tidak dapat mengurusi urusan ummat menurut pikirannya sendiri (tidak merdeka) sesuai dengan hukum syara'. Tekanan ini bisa berasal dari para pendamping khalifah (seperti para pejabat setingkat menteri , kelompok partai maupun tekanan pihak asing.