PEMIKIRAN IBNU HAZM TENTANG PEMBUNUH SEBAGAI AHLI WARIS DALAM HUKUM ISLAM
Main Author: | Syafri, |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uin-suska.ac.id/7311/1/fm.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/2/BAB%201...pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/3/BAB%20II.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/4/BAB%20III..pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/5/BAB%20IV.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/6/BAB%20V.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/7/em.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7311/ |
Daftar Isi:
- Skripsi yang berjudul “PEMIKIRAN IBNU HAZM TENTANG PEMBUNUH SEBAGAI AHLI WARIS DALAM HUKUM ISLAM” ini ditulis berdasarkan latar belakang pendapat jumhur ulama yang mengatakan bahwa pembunuhan itu menghalangi hak kewarisan meskipun dengan ketentuan masing-masing. Sementara itu menurut Ibnu Hazm pembunuhan tidak menghalangi hak waris. Adapun tujuan dari penelitian ini penulis maksudkan untuk mengetahui pendapat Ibnu Hazm tentang pembunuh sebagai ahli waris serta untuk mengetahui bagaimana pemikiran Ibnu Hazm tentang pembunuh sebagai ahli waris. Penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan (library reserch)s, dengan menggunakan pendapat Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla karya Abu Muhammad Ibn Sa’id Ibn Hazm al-Andalusia sebagai bahan primernya. Sedangkan bahan skundernya dalam tulisan ini adalah sejumlah literatur yang ada kaitannya dengan penelitian ini . adapun teknik analisa data yang digunakan adalah Deskriptif dan Content analilisis. Hasil yang ditemukan dalam penelitian ini adalah: Mengenai masalah pembunuh sebagai ahli waris, menurut Ibnu Hazm berpendapat bahwa pembunuh tidak menghalangi hak kewarisan. Dasar pijakan Ibnu Hazm menetapkan pembunuh sabagai ahli waris adalah tidak ada nash yang secara jelas megatakan bahwa penbunuh menghalagi hak waris. Sedangkan perbedaan dalam penggunaan Sunnah dan ijma’, di mana dalam istinbath hukumnya Ibnu Hazm tidak menggunakan sunnah dan ijma, cenderung dikarenakan perbedaan pemaknaan sunnah dan ijma’ antara Ibnu Hazm dengan ulama-ulama pada umumnya. Menurut hukum kewarisan Islam, pembunuh itu menghalagi hak kewarisan. Walaupun dengan ketentuan masing-masing. Alasannya surat Al-isra ayat 33, dan al-Hadits yang menjelaskan secara tegas melarang pembunuhan terhadap jiwa yang memeng tidak ada alasan pembenaran untuk melakukannya. Dan menurut penulis juga untuk menghindari mudharat yg terjadi apabila pembunuh mendapatkan hak waris. Karena bisa saja seseorang membunuh kerabatnya untuk mendapatkan wris Oleh sebab itu pemahaman jumhur yang menetapkan pembunuh menghalangi hak waris sangat beralasan.