TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA FAMILY BOX TERHADAP KETIDAKCAKAPAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI KOTA PEKANBARU
Main Author: | Wahyudi, |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2015
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uin-suska.ac.id/7134/1/fm.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/2/BAB%20I.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/4/BAB%20II.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/5/BAB%20III.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/6/BAB%20IV.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/7/BAB%20V.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/8/em.pdf http://repository.uin-suska.ac.id/7134/ |
Daftar Isi:
- Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Family Box Terhadap Ketidakcakapan Konsumen Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Pekanbaru”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggung jawab pelaku usaha Family Box terhadap konsumen yang belum cakap berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, serta kendala apa saja yang dihadapi pihak Family Box itu sendiri dalam melindungi konsumen yang belum cakap. Dalam penelitian ini,penulis mengumpulkan data melalui teknik wawancara terhadap pihak Family Box yang ber-alamat di Jalan HR.Soebrantas Nomor 168 Kota Pekanbaru, serta kuisoner terhadap 40 konsumen di bawah umur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Tanggung jawab pelaku usaha Family Box terhadap konsumen yang belum cakap berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, atas video klip dewasa yang diputar oleh konsumen yang belum cakap belum terwujud dalam suatu tindakan nyata yang dilakukan pelaku usaha Family Box untuk menghindarkan konsumen di bawah umur dari dampak negatif video klip lagu. Dalam hal ini disimpulkan bahwa pelaku usaha Family Box sebagai pihak yang bertanggung jawab atas barang dan/atau jasa pada kegiatan usahanya belum melakukan tindakan perlindungan dan pencegahan akses anak terhadap informasi pornografi. Di mana pada kenyataannya, konsumen di bawah umur bebas mengakses dan menikmati lagu apapun pada daftar lagu di tempat tersebut, padahal terdapat lagu-lagu dengan video klip mengandung unsur pornografi. Kendala yang dihadapi oleh pihak Family Box dalam melindungi konsumen yang belum cakap, antara lain ; a) Pihak manajemen perusahaan, b) Profesionalisme karyawan, c) Orientasi/Tujuan Pelaku Usaha. Yang mana pihak manajemen Family Box tidak mencantumkan regulasi kriteria batasan umur bagi konsumennya yang cakap yakni yang telah bertumur 18 tahun. Batasan umur mengenai kecakapan itu diperoleh dari tinjauan hukum yang sesuai dengan tinjauan psikologis, di mana dari segi psikologis umur dewasa seseorang adalah setelah mencapai umur 18 tahun, sedangkan pada peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi juga mengatur batasan umur anak yaitu sebelum berumur 18 tahun. Oleh karena itu, sepatutnya yang dapat melakukan registrasi atas nama sendiri atau melakukan perjanjian dengan pelaku usaha Family Box adalah pengunjung yang telah cakap atau telah berumur 18 tahun. Selain itu, dengan batasan umur 18 tahun juga dapat ditentukan perlakuan khusus untuk konsumen di bawah umur 18 tahun agar terlindungi dari pengaruh negatif video lagu dewasa atau yang mengandung unsur pornografi.