Daftar Isi:
  • Pembentukan Pribadi seorang anak sangat dipengaruhi oleh sikap dan kasih sayang yang diberikan oleh orangtuanya. Peran ayah dan ibu di dalam keluarga sangat penting bagi seorang anak, terutama pada masa kanak-kanak. Karena pengalaman masa kanak-kanak ini akan mempengaruhi tingkah laku dan sikap-sikap seorang anak di kemudian hari. Lalu bagaimanan jadinya jika pengalaman masa kanak-kanak seorang remaja yang dipenuhi dengan pertengkaran orangtua dan kemudian harus hidup dengan orangtua tunggal dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang harus dilalui di masa kehidupannya? Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana perceraian yang terjadi belasan tahun saat anak masih berusia kanak-kanak (pada masa kecil) mempengaruhi psikologis mereka ketika menginjak masa remaja akhir? Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi. Jumlah subyek dalam penelitian ini berjumlah tiga orang dengan kriteria yaitu remaja perempuan yang mengalami perceraian orangtua saat kanak-kanak, dengan usia antara 18-22 tahun, belum menikah dan tinggal dengan orangtua tunggal (ibu). Penelusuran subyek dilakukan dengan mendatangi subyek dari orang ke orang dengan bantuan informasi dari teman-teman peneliti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, remaja akhir yang mengalami perceraian orangtua pada saat masih kanak-kanak atau pada masa kecil, menjadi pribadi yang tidak begitu terbuka dengan apa yang dirasakannya. Perasaan tertekan lebih sering dipengaruhi oleh lingkungan dan perilaku dari orang-orang terdekat, seperti ibu maupun saudara kandung. Remaja tidak mengalami masalah traumatis terhadap lawan jenis, merindukan dan merasa memperoleh figur ayah dari kekasih maupun orang dewasa sekitarnya. Pengalaman tidak menyenangkan selama rentang perceraian membuat remaja yang mengalami perceraian orangtua menjadi tidak mudah merasa empati terhadap orang lain.