Status Anak Diluar Perkawinan yang Sah Menurut Ibn al-Qayyim dan Relevansinya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUUVIII/2010
Daftar Isi:
- Menurut jumhur ulama, nasab timbal balik antara ayah dan anak hanya melalui coitus yang sah secara syar’î, yaitu nikah, atau coitus yang tidak bisa dikenakan sanksi zina, yaitu coitus pada nikah fâsid dan watha` syubhat. Namun, Ibn alQayyim terkesan mendukung penasaban anak zina juga kepada ayah biologisnya. Ibn al-Qayyim menguatkan pendapatnya tersebut dengan menggunakan metode qiyâs shaḥîḥ. Pendapat yang relatif sama kemudian juga muncul dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, tetapi tanpa panduan metodologis yang jelas dari kacamata ushûl al-fiqḧ, dalam penetapan putusan itu. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis pendapat dan metodologi Ibn alQayyim tentang status anak diluar perkawinan serta relevansinya dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research ), dan menjadikan berbagai karya Ibn al-Qayyim sebagai sumber data utamanya. Karena data penelitian ini dominan berupa teks, maka ada dua “model” kerja yang penulis tempuh: Pertama, sedapat mungkin menampilkan makna yang dikehendaki Ibn al-Qayyim lewat tulisannya dengan upaya “menjadi” dirinya dalam konteks personal dan sosial masanya. Kedua, “membaca” pemikiran Ibn alQayyim sesuai kapasitas personal peneliti dan konteks sosial kekinian.