Daftar Isi:
  • Setiap individu yang menikah, tentu menginginkan pernikahan yang bahagia, begitupun dengan suami yang memili istri bekerja. tidak jarang dijumpai suami yang memiliki istri bekerja setuju dengan status istri bekerja, namun tidak sedikit pula suami tidak setuju dan menimbulkan konflik dalam rumah tangga.Sering munculnya konflik akan membuatsubjective well-being suami rendah.Salah satu yang dapat mempengaruhi subjective well-being adalah kepuasan perkawinan.Ketika kepuasan perkawinan meningkat maka subjective well-being padaa suami menjadi baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kepuasan perkawinan dengan subjective well-being pada suami yang memiliki istri bekerja. Subjek berjumlah 30 orang dengan menggunakan accidentalsampling. Instrumendalam penelitian ini yaitu Enrich Marital Satisfaction (EMS) Scale dari Olson dan Fowers yang telah dimodifikasiolehpenulisdengan (r=0,93)dan skala PANAS (Positive Affect and Negative Affect Scales) yang telah dimodifikasiolehpenulisdari Dienerdengan (r=0,89).Hasil analisis korelasi pearson diperolehr = 0,200, dengan nilai p=0,144 (p ≥ 0,01), artinya tidak terdapat hubungan antara kepuasan perkawinan dengan subjective well-being pada suami yang memiliki istri bekerja, sehingga hipotesis ditolak.Subjective well-beinglebih banyak dipengaruhi oleh sifat, persepsi dan kepribadian dibandingkan kehidupan eksternal, salah satunya adalah kehidupan perkawinan.Selain itu, faktor yang mempengaruhi subjective well-being pada suami yang memiliki istri bekerja adalah peran istri dalam rumah tangga ketika istri bekerja tetap dapat menjalankan tugasnya dengan baik di rumah maka subjective well-being pada suami tidak bermasalah dan merasa nyaman.Kata Kunci: subjective well-being, kepuasan perkawinan, suami yang memiliki istri bekerja