Daftar Isi:
  • Pro-kontra kewenangan MK dalam menguji undang-undang yang mengatur eksistensinya diawali adanya Putusan Nomor 1-2/PUU-XII/2014 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014, dilatarbelakangi dari kasus penangkapan Akil Mochtar sehingga Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dimana terdapat perubahan mengenai syarat calon Hakim Konstitusi dan Panel Ahli. Putusan ini merupakan putusan yang tidak biasa, dimana Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang yang mengatur terkait dirinya sendiri. Putusan ini dinilai adanya benturan asas ius curia novit yaitu hakim dianggap mengetahui semua hukum sehingga Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara dengan asas nemo judex ixoneus in propria causa yaitu seorang hakim memiliki kewajiban mengundurkan diri apabila menangani perkara yang menyangkut dirinya. Kewenangan menginterpretasikan konstitusi sebagai pijakan pengujian undang-undang oleh hakim konstitusi dirasa sangat begitu besar, sehingga dapat membuka peluang kesewenang-wenangan hakim konstitusi menafsirkan tanpa rasa keadilan terhadap persoalan hukum yang dimohonkan, terkait independensdapat diuji melalui dua hal, yaitu ketidakberpihakan (impartiality) dan keterputusan relasi dengan para aktor politik (political insularity). Permasalahan yang menjadi kajian dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menguji undang-undang yang mengatur eksistensinya dan apakah dalam putusan nomor 1-2/PUU-XII/2014 hakim Mahkamah Konstitusi telah mewujudkan prinsip Independen. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif (library research) dengan metode pendekatan secara deskriptif analisis. Data di dalam penelitian ini dikumpulkan melalui penelusuran perpustakaan untuk memperoleh bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji undang-undang (MK) itu sendiri dengan mengutamakan asas ius curia novit dan dapat mengenyampingkan asas nemo judex idoneus in propria causa, hal ini bertujuan agar tegaknya konstitusi. Selain itu Pasal 24C ayat (1) UndangUndang Dasar 1945 tidak membedakan undang-undang apa yang harus diuji oleh MK, hal itu berarti Mahkamah Konstitusi dapat menguji undang-undang (MK) itu sendiri. Mahkamah Konstitusi tidak cukup bijak saat memutus perkara Nomor 12/PUU-XII/2014 dengan tetap melibatkan hakim konstitusi Patrialis Akbar dan Maria Farida. Padahal diketahui, SK pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida oleh Presiden digugat oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan dimenangkan. Seharusnya MK menunjukan sikap negarawan itu dengan me-non aktif-kan untuk sementara waktu keduanya sebagai hakim MK sampai putusan inkracht pada pengadilan tingkat banding atau kasasi di MA (jika ini dilakukan) menyatakan SK Presiden tersebut sah atau tidak.