Daftar Isi:
  • Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketentuan hukum Islam anak angkat tidak termasuk golongan ahli waris, maka dengan sendirinya anak angkat tersebut tidak akan memperoleh harta warisan dari orang tua angkatnya yang telah meninggal terlebih dahulu. Menurut Hukum Islam, anak angkat tidak dapat diakui untuk bisa dijadikan dasar dan sebab mewarisi, karena prinsip sebab mewarisi dalam kewarisan Islam adalah nasab, perkawinan, ataupun wala’. Hal ini bertolak belakang dengan perbuatan masyarakat baik warga Indonesia asli maupun tidak, setiap anak angkat diberikan semua hartanya jika orang tua angkatnya meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan Staats Blad Nomor 129 Tahun 1917 menyatakan bahwa anak angkat dapat mewarisi harta orang tua angkatnya sama halnya kedudukannya dengan anak kandung. Adapun rumusan masalahnya adalah Bagaimana pandangan Hukum Islam mengenai Kedudukan Anak Angkat Dalam Hak Waris, bagaimana pandangan Hukum Perdata Kedudukan Anak Angkat Dalam Hak Waris, serta bagaimana Komparatif mengenai Kedudukan Anak Angkat Dalam Hak Waris. Jenis penelitian ini adalah penelitian keperpustakaan murni, sumber data terdiri dari sumber data Primer, yaitu sumber data yang dapat langsung dari penulisan penelitian ini yaitu dengan membaca dan mengutip data-data dalam kitab Fiqih Waris dan Staats Blad Nomor 129 Tahun 1917 Sebagai rujukan Hukum Perdata, data sekunder dan tersier. Kemudian kitab tersebut dikumpulkan dan dianalisa dengan metode deskriptif dan komperatif. Hasil penelitian yang penulis lakukan adalh dalam Hukum Islam tidak ada tuntutan hak yang lebih bagi si anak angkat dari sekedar mendapatkan kasih sayang orang tua angkatnya, serta memenuhi segala kewajiban sebagaimana anak terhadap orang tua. Namun demikian, kasih sayang itupun tidak hanya dapat diwujudkan secara moral saja, tetapi juga diwujudkan secara materil. Adapun mengenai anak angkat perlu ada penegasan bahwa sesuai dengan ketentuan hukum Islam anak angkat tidak mewarisi orang tua angkatnya. Sedangkan menurut hukum perdata Dalam pasal 832 KUHP ditetapkan bahwa, yang berhak untuk menjadi ahli waris adalah keluarga sedarah dan yang mempunyai hubungan perkawinan (suami-istri) dengan pewaris. menurut Staatsblad 1917 No. 129 bahwa anak angkat akan putus nasabnya kepada orangtua kandungnya, dan terjadi hubungan nasab dengan orang tua angkatnya, sehingga anak angkat tersebut juga menjadi ahli waris orang tua angkatnya. Namun Staatsblad ini memberikan pembatasan lain Dari hak mewarisi anak angkat (adopsi) adalah bahwa anak angkat tersebut hanya menjadi ahli waris dari bagian yang tidak diwasiatkan. Menurut analisa penulis, Hukum Islam dan hukum Perdata sama-sama mengakui adanya pengangkatan anak tetapi dengan tujuan yang berbeda. Antara hukum Islam dan hukum Perdata memiliki kesamaan dalam pemeliharaan anak angkat. Kesamaan dalam tanggung jawab biaya pendidikan terhadap anak angkat tersebut.