Daftar Isi:
  • Skripsi ini dilatar belakangi oleh pengamatan penulis terhadap realisasi Jual beli buah salak dengan sistem taksiran di Kelurahan Palopat Maria Kota Padangsidimpuan. Dalam jual beli tersebut seringkali pihak pengecer buah salak komplain terhadap toke buah salak akibat barang yang ia terima tidak sesuai pesanan. Padahal dalam jual beli menurut Islam harus ada syarat dan rukun yang harus di penuhi terutama harus diketahui jenis yang diperjual belikan dan kualitasnya, dalam prakteknya syarat dan rukun jual beli tersebut tidak terpenuhi. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji: Bagaimana pelaksanaan jual beli buah salak dengan sistem taksiran di Kelurahan Palopat Maria Kota Padangsidimpuan. Bagaimana tinjauan Fiqh Muamalah tentang pelaksanaan jual beli buah salak dengan sistem taksiran di Kelurahan Palopat Maria Kota Padangsidimpuan. Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau field research yang dilakukan di Kelurahan Palopat Maria Kota Padangsidimpuan. Untuk mendapatkan data yang valid, digunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu observasi dan wawancara. Sumber data primer adalah toke buah salak dan pengecer buah salak, populasi penelitian sebanyak 50 orang dan sampel yang diambil sebanyak 25 orang. Data sekunder adalah yang diperoleh dari buku-buku referensi yang ada hubungannya dengan penelitian dan tokoh adat. Setelah data terkumpul maka penulis menganalisis dengan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa potongan harga yang dilakukan oleh pengecer buah salak dalam jual beli buah salak dengan sistem taksiran di Kelurahan Palopat Maria Kota Padangsidimpuan sering kali dialami oleh toke buah salak, Jika buah salak yang dirasa kurang baik maka pengecer buah salak tidak segan melakukan potongan harga kepada toke buah salak tanpa ada kesepakatan ulang, potongan harga tersebut dilakukan karena ada buah salak yang busuk dan kualitas yang kurang bagus. Dari berbagai sebab diatas toke buah salak tentu tidak mengetahuinya dari awal, karena kondisi buah salak akan diketahui setelah pemotongan. Oleh karena itu seharusnya toke buah salak melakukan perjanjian kepada pengecer agar pengecer tidak melakukan potongan harga seperti mengembalikan buah salak yang kurang bagus dan busuk kepada toke buah salak atau memberitahu kepada toke buah salak bahwa buah salak yang dikirim dan diterima ada yang busuk agar diberikan potongan harga kepada pengecer. Dilihat dari Fiqh Muamalah potongan harga yang diterapkan oleh pengecer buah salak karena adanya aib pada buah salak boleh dilakukan dengan khiyar, akan tetapi potongan harga tersebut harus mendapatkan kerelaan toke buah salak. Karena jual beli yang terdapat unsur paksaan termasuk jual beli fasid, sebab paksaan meniadakan kerelaan yang merupakan unsur penting dalam keabsahan jual beli.