Tinjauan Hukum Terhadap Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Juncto Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Daftar Isi:
- Alat bukti dalam hukum acara pidana memiliki suatu kekuatan pembuktian. Hakim, Penuntut Umum, Terdakwa maupun Penasihat Hukum tentu sangat terikat dalam ketentuan tata cara penilaian alat bukti, sehingga tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. Pengaturan tentang alat bukti diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, dalam kasus pembunuhan diperlukan suatu alat bukti yang bernama Visum et Repertum. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah konsep Visum et Repertum dalam sistem peradilan pidana dan kekuatan pembuktian Visum et Repertum dalam perkara Pidana Nomor 644/Pid.B/2016/PN.Bdg Spesifikasi Penelitian ini menggunakan Deskriptif Analitis yaitu dengan metode penelitian dengan cara memberikan yaitu berupa data dan fakta bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pendekatan yang digunakan yaitu secara yuridis normatif yang menitik beratkan pada penelitian terhadap norma-norma hukum, kaidah hukum sedangkan studi lapangan digunakan untuk memperoleh data primer yang diperoleh dari instansi yang terkait dengan masalah penelitian. Perkara Pidana Nomor 644/Pid.B/2016/PN.Bdg dibutuhkannya Visum et Repertum dalam pembuktian persidangan di Pengadilan. Visum et Repertum merupakan alat bukti yang sah menurut Undang-Undang dan termasuk ke dalam kategori alat bukti surat yang dimana Visum et Repertum ini merupakan keterangan yang diberikan oleh dokter forensik yang telah melakukan pemeriksaan terhadap korban.