FENOMENA COSPLAY PADA REMAJA DI WILAYAH SUBURBAN (Studi tentang 3 Cosplayer di Cilodong, Depok, Jawa Barat)
Main Author: | Chazella Junidar, . |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
, 2018
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.unj.ac.id/1486/1/SKRIPSI%20CHAZELLA%20JUNIDAR%204815122451%20PENDIDIKAN%20SOSIOLOGI.pdf http://repository.unj.ac.id/1486/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana dampak yang terjadi sebagai akibat perkembangan budaya populer khususnya cosplay yang berada di wilayah suburban Cilodong pada kalangan remaja. Penelitian ini menggambarkan Cilodong sebagai kawasan suburban, perilaku remaja suburban terhadap fenomena cosplay di tengah masyarakat, serta konstruksi budaya populer dalam membentuk identitas sosial remaja suburban. Metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan. Dalam penelitian ini, subjek penelitian terdiri dari 3 informan kunci yang merupakan remaja lokal yang aktif mengikuti perkembangan dunia cosplay. Hasil penelitian ini menemukan bahwa budaya populer khususnya fenomena cosplay sudah menyebar ke seluruh lapisan masyarakat. Pasalnya budaya populer tersebut yang awal kemunculannya dimulai dari perkotaan, saat ini sudah menyebar ke masyarakat di wilayah suburban atau pinggiran kota. Hal ini ditandai dengan kemajuan teknologi yang dapat mengakses informasi tanpa batas. Sehingga remaja suburban pun mulai mengenal dunia anime, manga dan cosplay. Selain itu, pengaruh teman sebaya, festival-festival yang bercorak Jepang dan juga game memiliki andil yang besar pula dalam pembentukan dan kemunculan komunitas cosplay di Cilodong. Kemunculan cosplayer di Cilodong telah membawa sedikit perubahan terhadap identitas sosial remaja dan juga gaya hidup remaja di wilayah suburban Cilodong. Pola konsumtif para remaja suburban merupakan efek dari perubahan sosial sebagai akibat globalisasi budaya. Melalui fenomena cosplay, menimbulkan berbagai asumsi bernilai negatif. Maka dari itu diperlukan institusi pendidikan sebagai jembatan untuk menyaring budaya yang masuk agar tidak berdampak tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal.