PENANDA KESANTUNAN IMPERATIF DALAM BAHASA BANJAR:TINJAUAN PRAGMATIK
Main Author: | Jahdiah, NFN |
---|---|
Format: | Article info application/pdf eJournal |
Bahasa: | eng |
Terbitan: |
Kantor Bahasa Gorontalo
, 2020
|
Online Access: |
http://telagabahasa.kemdikbud.go.id/index.php/telagabahasa/article/view/33 http://telagabahasa.kemdikbud.go.id/index.php/telagabahasa/article/view/33/90 http://telagabahasa.kemdikbud.go.id/index.php/telagabahasa/article/view/33/91 |
Daftar Isi:
- Kesantunan di dalam tuturan imperatif sangat penting dilakukan oleh penutur untuk menghargai mitra tutur. Secara lingusitik, kesantunan dalam pemakaian bahasa sangat ditentukan oleh muncul tidaknya ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Penanda kesantunan sangat berperan dalam komunikasi antara penutur dan mitra tutur. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penanda kesantunan imperatif dalam bahasa Banjar. Metode dasar yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Peneliti menggunakan beberapa teknik, pertama, teknik sadap, yaitu teknik yang digunakan dengan cara penyadap penutur tanpa sepengatahuan narasumber sehingga peneliti mendapatkan data semungkin, 2) kedua, teknik simak libat cakap (LBC), Teknik simak libat cakap (LBC) adalah teknik yang dilakukan dengan cara terlibat langsung dalam proses pembicaraan dengan narasumber atau informan. Ketiga, teknik rekam adalah teknik pencarian data dengan merekam penggunaan bahasa. Teori yang digunakan dalam penelitian ini kesantunan yang dikemukakan oleh Leech berdasarkan enam maksim, yaitu 1) maksim kebijakan, 2) maksim kedermawanan, 3) maksim penghargaan, 4) maksim kesederhanaan, 5) maksim permufakatan, dan maksim kesimpatisan. Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam bahasa Banjar terdapat a) penanda kesantunan tulung, b) penanda kesantunan muhun, c) penanda kesantunan ayunah, d) penanda kesantunan cubapang, e) penanda kesantuan biar haja, f) penanda kesantunan hakunlah.Kata Kunci: penanda kesantunan, imperatif, pragmatikPoliteness in imperative speech is very important to be applied by the speaker to appreciate the dialogue partner. Linguistically, politeness in language depends on the appearance of expression. The politeness marker has an important role in communication between the speaker and the dialogue partner. This study aims to describe the imperative politeness marker in the Banjar language. The method which is used in this study is descriptive. The writer uses several steps, first, tapping. It is a step to tap the speaker where the resource person doesn’t know it, so the writer gains the real data. 2) Second, the conversation technique, this technique is done by having a conversation with the resource person. 3) Third, recording. It is a technique where the writer records the use of language. This study uses politeness theory by Leech based on three maxim, they are 1) wisdom maxim, 2) philanthropy maxim, 3) appreciation maxim, 4) simplicity maxim, 5) agreement maxim, and sympathizer maxim. The result shows that there are several markers in Banjar language, a) politeness marker tulung, b) politeness marker muhun, c) politeness marker ayunah, d) politeness marker cubapang, e) politeness marker biar haja, f) politeness marker hakunlah.Keywords: politeness marker, imperative, pragmatic