JURU KUNCI: KONTRADIKSI DALAM TIGA CERITA

Main Author: harjito, Harjito
Format: Article info literary analysis application/pdf eJournal
Bahasa: eng
Terbitan: Balai Bahasa Jawa Tengah , 2018
Subjects:
Online Access: http://www.jurnal.balaibahasajateng.id/index.php/alayasastra/article/view/138
http://www.jurnal.balaibahasajateng.id/index.php/alayasastra/article/view/138/95
Daftar Isi:
  • Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kontradiksi yang dialami juru kunci yang terdapat dalam cerita Indonesia. Terdapat tiga cerita yang menjadi sampel dalam tulisan ini. Satu, “Juru Kunci” karya Teguh Affandi. Dua, “Juru Kunci Makam Eyang Sakri” karya Mukti Sutarman Espe. Tiga, “Juru Kunci” karya Renny Meita Widjajanti. Juru kunci merupakan penjaga tempat keramat dan dalam tulisan ini terdapat dua tempat keramat, yaitu makam dan sumur. Ketiga juru kunci, yaitu Mas Pon, Mbah Ban, dan Mbah Kromo. Semua juru kunci berjenis kelamin lelaki dan memiliki kontradiksi masing-masing. Pada pengalaman Mas Pon, kontradiksi meliputi tempat. Maksudnya, makam yang dahulu dianggap keramat dan sepi, kini menjadi tempat yang banyak dikunjungi pelayat termasuk para pedagang. Makam bukan lagi tempat yang menakutkan. Kontradiksi pada Mbah Ban adalah ia menonton pertunjukkan wayang. Sementara kepada masyarakat sekitar dan pendatang, ia menyatakan bahwa menonton wayang merupakan perilaku pantangan yang dapat mendatangkan malapetaka. Kontradiksi pada Mbah Kromo adalah ia membawa istrinya yang sakit ke rumah sakit, sementara kepada orang lain ia menganjurkan dan meyakinkan untuk menyembuhkan segala penyakit dengan meminum air sumur. Dengan gambaran tersebut, teks sastra seolah mengejek perilaku manusia yang kontradiktif.