PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM ADAT MINANGKABAU (Tela’ah Penafsiran Buya HAMKA Pada Surah An-Nisa’ Ayat 11-12)
Main Authors: | Prayetno, UT.150220, Rahman, M. Thahir, Habibullah, Habibullah |
---|---|
Format: | Thesis NonPeerReviewed Book |
Bahasa: | ind |
Terbitan: |
, 2019
|
Subjects: | |
Online Access: |
http://repository.uinjambi.ac.id/3026/1/Prayetno-UT.150220%20-%20Dinni%20Computer.pdf http://repository.uinjambi.ac.id/3026/ |
Daftar Isi:
- Penelitian ini dilatarbelakangi oleh realitas yang terjadi di kehidupan seharihari banyak masyarakat yang berpendapat bahwa jika seseorang yang berdarah Minang meninggal dunia maka yang berhak mewarisi hartanya adalah keponakan orang yang meninggal tersebut. Pendekatan penelitian yang penulis gunakan merupakan penelitian pustaka (Library Research), yaitu suatu penelitian yang menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama yang dimaksudkan untuk menggali teori-teori dan konsep-konsep yang telah ditentukan oleh para ahli terdahulu dengan mengikuti perkembangan penelitian. Hasilnya penulis menemukan lima cara pembagian harta warisan dalam adat Minangkabau. Pertama, pembagian harta pusaka. Kedua, pewarisan harta bawaan suami ke rumah istri yang didapat sebelum menikah. Ketiga, pewarisan harta tepatan. Keempat, pewarisan harta pencarian. Kelima, pembagian harta hibah. Ahli waris menurut Buya Hamka adalah anak kandung, ayah kandung, ibu kandung, dan saudara kandung pewaris (jika pewaris meninggal dunia dalam keadaan tidak meninggalkan anak, ayah dan ibu). Saudara perempuan (se-ibu se-bapak) yang kalalah mendapat separuh, kalau dia berdua mendapat sepertiga. Kalau mereka banyak ada yang lakilaki dan perempuan maka juga mendapat dua pertiga. Kalau yang tinggal itu hanya saudara se-ibu, mereka mendapat seperenam kalau seorang dan mendapat sepertiga kalau lebih dari seorang.