Penyadapan Sebagai Alat Bukti Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 20/Puu-Xiv/2016 Ditinjau Dari Pasal 28j Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 Dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik

Main Author: Arif Monggo Pribadi, .
Format: Thesis NonPeerReviewed Book
Bahasa: ind
Terbitan: , 2018
Subjects:
Online Access: http://eprints.unpam.ac.id/7364/1/COVER.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/2/BAB%20I.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/3/BAB%20II.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/4/BAB%20III.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/5/BAB%20IV.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/6/BAB%20V.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/7/JURNAL.pdf
http://eprints.unpam.ac.id/7364/
Daftar Isi:
  • Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang mengalami Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi Seiring dengan perkembangan teknologi, perlu disadari bahwa dengan pemanfaatan teknologi selain membawa dampak positif tentu dampak negatif juga dapat ditimbulkan. Dampak negatifnya yakni teknologi informasi dapat digunakan untuk memfasilitasi suatu tindak pidana. Di masa ini, bentuk-bentuk tindak pidana telah disisipi modus dengan menggunakan teknologi yang canggih, misalnya tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana korporasi, tindak pidana perdagangan orang dan lain sebagainya. Hal tersebut menyebabkan penegak hokum mengalami kesulitan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap para pelaku tindak pidana. Oleh sebab itu para penegak hukum perlu melakukan pembaharuan-pembaharuan hukum. Termasuk diantaranya adalah kebijakan hokum mengenai penyadapan, hasil penyadapan yang akan digunakan sebagai alat bukti di dalam rangka penyidikan untuk menghadapi tindak pidana yang sulit pembuktiannya. Namun tindakan penyadapan sendiri bertentangan dengan hak asasi manusia diatur didalam ketentuan yakni Pasal 28 F dan Pasal 28 G Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Penyadapan dapat melanggar hak asasi manusia karena dengan adanya penyadapan komunikasi dapat terganggu. Maka perlu pembatasan mengenai tindak pidana apa saja yang dapat dilakukan penyadapan. Selain itu perlu ijin dan penetapan dari Pengadilan untuk menghindari kesewenang-wenangan lembaga penegak hukum guna melindungi hak asasi manusia. Namun aturan hukum mengenai penyadapan tersebut masih tersebar di beberapa Undang-Undang. Berdasarkan pertentangan antara dua kepentingan tersebut menyebabkan ada sebagian warga negara yang merasa haknya konstutisionalnya dilanggar dengan adanya tindakan penyadapan. Masyarakat mengajukan Judicial Review atau pengujian kembali terhadap beberapa aturan yang mengatur mengenai penyadapan di Mahkamah Konstitusi. Putusan mahkamah konstitusi tersebut adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-I/2003, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUUIV/2006,Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. Tesis ini bertujuan untuk 1.Menganalisis Racio Decidendi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUUVIII/2010 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016. 2.Menganalisis kewenangan lembaga pemenegak hukum dalam perolehan alat bukti hasil penyadapan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Kata Kunci : Penyadapan, Alat Bukti, Putusan Mahkamah Kostitusi